Bisnis.com, JAKARTA -- Bisnis di Asia menghadapi tekanan lebih dalam pada Oktober 2023. Pemicunya, deru produksi pabrik di China kembali mengalami penurunan.
Perlambatan ini membuat proyeksi pemulihan ekonomi semakin melambat, apalagi sebelumnya sudah melemahnya permintaan global dan harga yang lebih tinggi.
Mengutip Reuters, Rabu (1/11/2023) hasil survei purchasing manager index (PMI) untuk negara-negara produsen utama seperti China, Jepang dan Korea Selatan menunjukan aktivitas yang menurun. Sementara itu, Vietnam dan Malaysia juga kesulitan akibat dampak yang lebih luas dari perlambatan ekonomi China.
PMI manufaktur global Caixin atau S&P China turun menjadi 49,5 pada Oktober 2023 dari 50,6 pada September 2023.
PMI menggunakan 50 sebagai nilai netral. Indeks di bawah 50 menandakan terjadinya perlambatan alias kontraksi. Sedangkan nilai di atas 50 menunjukkan ekspansi.
Dari China, hasil survie mencerminkan data PMI yang memberi nilai pesimistis. Kontraksi aktivitas manufkatur yang tidak terduga ini turut menggoyahkan harapan pemulihan ekonomi negara terbesar kedua di dunia tersebut.
Baca Juga
Mengenai hasil PMI China, ekonom di Caixin Insight Group menuturkan bahwa secara keseluruhan, produsen tidak bersemangat pada Oktober 2023.
"Perekonomian telah menunjukkan tanda-tanda mencapai titik terendah, tetapi fondasi pemulihannya belum kokoh. Permintaan masih lemah, masih banyak ketidakpastian internal dan eksternal, dan ekspektasi masih relatif lemah,” jelasnya.
Kemudian, dampak perlambatan ekonomi China juga terasa di negara seperti Jepang dan Korea Selatan, dimana produsen kedua negara tersebut bergantung pada permintaan dari China.
Di lain sisi, menurut data PMI final au Jibun Bank, aktivitas pabrik Jepang juga menyusut selama lima bulan berturut-turut pada Oktober 2023.
Adapun hal ini terjadi sehari setelah angka resmi yang menunjukan output pabrik Jepang naik jauh lebih kecil dari perkiraan pada September 2023, karena permintaan melambat secara signifikan.
Produsen mesin Jepang seperti Fanuc dan Murata Manufacturing baru-baru ini juga melaporkan pendapatan selama enam bulan yang lemah karena permintaan China yang lesu.
Aktivitas pabrik di Korea Selatan juga menurun 16 bulan berturut-turut, sementara PMI dari Taiwan, Vietnam, dan Malaysia juga menunjukkan penurunan aktivitas.
Pertumbuhan aktivitas di India juga mengalami perlambatan dua bulan berturut-turut pada Oktober 2023, karena melemahnya permintaan dan meningkatnya biaya bahan mentah sehingga memberatkan kepercayaan bisnis.
Ekonom negara berkembang kawasan Asia di Capital Economics, Shivaan Tandon, menuturkan bahwa PMI bulan Oktober untuk negara-negara berkembang di Asia umumnya turun kembali ke dalam wilayah kontraksi.
“Prospek manufaktur di kawasan ini masih suram dalam waktu dekat karena peningkatan tingkat persediaan dan melemahnya permintaan luar negeri akan membatasi produksi,” ungkapnya.
Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah memperingatkan bahwa lemahnya pemulihan China dan risiko krisis properti yang berkepanjangan dapat semakin melemahkan prospek perekonomian Asia.
Dalam Laporan World Economic Outlook yang dirilis bulan lalu, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan 2024 untuk Asia menjadi 4,2% dari proyeksi 4,4% pada April 2023 dan turun dari perkiraan tahun ini sebesar 4,6%.