Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menargetkan porsi pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dapat mencapai 75% dari total rencana penambahan pembangkit hingga 2040. Untuk mewujudkan upaya ini, PLN pun membuka ruang kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dari China.
Target itu disampaikan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat memaparkan peta jalan nol emisi karbon PLN di Conference on the Electric Power Supply Industry (CEPSI) di Xiamen, China pada Jumat (20/10).
“Kami membangun skenario Accelerated Renewable Energy Development yang secara agresif menambah 75 persen dari EBT dan 25 persen dari gas alam pada 2040," kata Darmawan seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (22/10/2023).
Darmawan menambahkan, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sumber EBT dan pusat permintaan yang tidak saling terhubung perlu memiliki transmisi hijau.
"Pengembangan pembangkit EBT ini bisa dipercepat dengan pembangunan jaringan transmisi yang terkoneksi dengan baik,” kata Darmawan.
Dia mengatakan, sumber energi EBT yang mayoritas bersifat intermiten akan diatasi dengan pembangunan smart grid dan flexible generation. Dengan adanya skema ini, listrik yang berasal dari EBT bisa dipasok lebih besar tanpa harus mengkhawatirkan faktor intermitensi.
Baca Juga
Darmawan juga menegaskan PLN membuka seluas luasnya ruang kolaborasi dengan berbagai pihak. Upaya Perseroan dalam mereduksi emisi memerlukan dukungan dari semua pihak, tak terkecuali dari China.
"PLN membuka peluang kerja sama dengan mengedepankan spirit of fairness, di mana semua kerja sama dan peluang investasi mampu mendorong terwujudnya transisi energi, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tanah air," kata dia.
Sebelumnya, PLN menyebut, jaringan listrik atau grid dengan panjang kurang lebih 23,648 kilometer mesti terbangun untuk mendukung investasi baru pembangkit listrik EBT sebesar 62 gigawatt (GW) sampai 2040.
Hitung-hitungan itu berasal dari studi yang dibuat PLN lewat skenario accelerated renewable energy with coal phase down atau ACCEL sepanjang ruas Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara untuk evakuasi ke Jawa, sebagai pusat permintaan listrik.
Kebutuhan investasi grid itu diperkirakan mencapai US$31 miliar setara dengan Rp480,8 triliun (asumsi kurs Rp15.510 per dolar AS). Adapun, PLN berencana menambah porsi EBT 62 GW dalam revisi rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) yang baru.
“Itu syaratnya ya untuk bisa mencapai 62 GW [pembangkit EBT], pembangunan grid-nya itu harus jadi syarat utama,” kata EVP of Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani kepada Bisnis, Rabu (27/9/2023).
Melansir rencana kerja PLN, jaringan listrik Sumatra-Jawa direncanakan dapat beroperasi pada 2029 mendatang, dengan investasi sekitar US$6,5 miliar.
Selanjutnya, jaringan listrik Kalimantan-Jawa ditargetkan dapat beroperasi pada 2036, dengan kebutuhan investasi sebesar US$11,3 miliar.
Sementara itu, jaringan listrik Sulawesi ditargetkan beroperasi pada 2026, dengan nilai investasi US$2,4 miliar.
Di sisi lain, jaringan listrik yang menghubungkan Sumba, Bali ke Jawa diharapkan rampung sebelum 2040. Evakuasi listrik yang menghubungkan Jawa dari Suma itu diperkirakan bakal menelan investasi baru sekitar US$4,2 miliar.
“Membutuhkan pendanaan yang sangat murah karena kan transmisi itu bangunnya lama secara komersial kurang menarik jadi butuh pendanaan yang sangat murah untuk bisa berhasil dan dukungan perizinan agar cepat,” kata dia.