Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) merupakan entitas anak PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Subholding Upstream Pertamina. PHR merupakan operator alih kelola wilayah kerja (WK) atau Blok Rokan yang sebelumnya dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia. PHR akan mengelola blok Rokan dari 9 Agustus 2021 —8 Agustus 2041 dengan skema Production Sharing Contract (PSC) Gross Split.
Proses alih kelola WK Rokan berjalan secara smooth sehingga PHR dapat melaksanakan rencana kerja yang berfokus pada keselamatan, program pengeboran dan efisiensi biaya. PHR melakukan adaptasi di berbagai bidang, termasuk pemanfaatan teknologi digital.
Pada 2021, PHR berhasil memproduksi minyak dan gas bumi (migas) sebesar 166 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph) terdiri dari minyak sebesar 159,5 ribu barel minyak per hari (rbmph) dan produksi gas sebesar 37,7 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).
Keberhasilan operasional pada 2021 tercermin dari perolehan laba bersih senilai US$645 juta, melebihi dari target US$553 juta dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2021.
Di samping itu, PHR menyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp6,5 triliun dan Pajak yang terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Daerah senilai Rp2,5 triliun.
Pada 2022, PHR menorehkan prestasi tertinggi, dengan capaian laba bersih senilai US$1.752 juta, atau 254,3% dari target laba dalam RKAP 2022 senilai US$689 juta. Dengan kontribusi PNBP senilai Rp29,1 triliun dan pajak yang terdiri dari PPh, PPN dan Pajak Daerah senilai Rp10,1 triliun.
Baca Juga
Pada 2023, PHR mampu melaksanakan rata-rata produksi sebesar 162 rbsmph dan sempat mencapai puncak produksi dengan pencapaian 172,7 rbsmph.
KONTRIBUSI KE DAERAH
Sebagai daerah penghasil migas, Pemerintah Provinsi Riau, serta Kabupaten/Kota mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) sumber daya alam (SDA) migas.
Dalam perincian DBH Tahun Anggaran 2024, Pemerintah Provinsi Riau, beserta Kabupaten/Kota mendapatkan alokasi DBH SDA Migas senilai Rp2,4 triliun, dan DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutama dari PBB Migas senilai Rp3,4 triliun.
Pada 2023 PHR melakukan pengalihan dan pengelolaan 10% participating interest (PI) dari WK Rokan kepada Pemerintah Provinsi Riau. PT Riau Petroleum Rokan (RPR) merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi pihak penerima PI.
Dalam perjanjian pengalihan dan pengelolaan PI antara lain mengatur kewajiban RPR untuk mendukung terciptanya suasana dan kondisi yang kondusif untuk pelaksanaan operasi migas di WK Rokan.
Keterlibatan RPR dalam pengelolaan WK Rokan diharapkan memberikan banyak manfaat, di antaranya memberikan keuntungan bagi BUMD yang akan menambah pendapatan daerah. Selain itu, keterlibatan BUMD memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan WK migas.
Selain itu, Provinsi Riau beserta Kabupaten/Kota mendapatkan pajak dan retribusi daerah meliputi Pajak Penerangan Jalan yang Bersumber dari Listrik Sendiri non PLN dan Pajak Air Tanah dan Air Permukaan.
Sebagai perusahaan PHR terus memelihara hubungan baik dengan para stakeholder dan terus berkontribusi kepada masyarakat melalui kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dengan memberikan manfaat di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi masyarakat, dan lingkungan.
TANTANGAN DAN PELUANG
Tantangan terbesar dari hulu migas adalah masalah operasional dan strategi pengelolaan aset. Tantangan dalam meningkatkan produksi, sekaligus mempertahankan tingkat produksi masing-masing lapangan yang sudah matang karena dihadapkan pada penurunan alamiah.
Oleh sebab itu, teknologi menjadi salah satu peluang dalam mengatasi masalah operasional dan pengelolaan aset. Tantangan lainnya adalah upaya untuk merestorasi atau menon-aktifkan lapangan-lapangan tua, yang membutuhkan pendanaan besar.
Kegiatan penambahan sumur, optimasi steam flood serta implementasi Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) diharapkan mampu menjaga tingkat produksi.
Selain itu, untuk meningkatkan cadangan PHR terus aktif mencari sumber daya migas baru di Provinsi Riau, pelaksanaan survei seismik 3 Dimensi (3D), termasuk mengupayakan produksi Minyak Non Konvensional (MNK). Pada 2023 pengeboran sumur MNK dimulai di sumur Gulamo dan Kelok di Kabupaten Rokan Hilir.
Strategi inisiatif di atas dilakukan sesuai dengan Komitmen Kerja Pasti (Firm Commitment) 5 tahun pertama (2021—2026) WK Rokan senilai US$500 juta, terdiri dari program eksplorasi senilai US$142 juta dan program eksploitasi Enhanced Oil Recovery atau EOR senilai US$358 juta.
PHR berhasil mencatatkan capaian masif dan agresif, yang dibuktikan dengan melakukan pengeboran sekitar 500—600 sumur selama lebih dari 2 tahun pasca-alih kelola. Saat ini diperkirakan WK Rokan masih memiliki potensi migas sebesar 1,86 miliar barel minyak dan 2,4 triliun kaki kubik gas.
Sampai saat ini PHR telah membuktikan kapabilitasnya dalam mengelola blok Rokan dengan kinerja operasional dan keuangan yang membanggakan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Satuan Kerja Khusus Migas (SKK Migas), Kementerian Keuangan bersama Instansi terkait lainnya diharapkan tetap mendorong pengembangan blok Rokan melalui pemberian dukungan insentif fiskal dan non-fiskal.
Upaya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan SKK Migas, termasuk melalui kegiatan audit bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Direktorat Jenderal Pajak diharapkan dapat mengefisienkan kegiatan hulu migas dan menghasilkan penerimaan negara yang optimal.
Blok Rokan yang terus berproduksi dan berkembang seiring upaya peningkatan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru, dan implementasi teknologi baru diharapkan mampu mencapai target produksi Presiden RI Joko Widodo menjadi 400 rbmph pada waktunya.