Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Poin Penting Jelang Keputusan Suku Bunga BI, Tetap atau Bakal Naik?

Sebanyak 30 dari 31 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memprediksi BI akan mempertahankan suku bunga acuannya di 5,75%.
Gedung Bank Indonesia./ Bloomberg
Gedung Bank Indonesia./ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diproyeksikan masih akan terus mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) untuk waktu yang lebih lama di level 5,75% pada keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG), hari ini, Kamis (19/10/2023). 

Melansir dari Bloomberg, sebanyak 30 dari 31 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memprediksi BI akan mempertahankan suku bunga acuannya di 5,75%. 

Hal ini sejalan dengan sinyal terbaru dari Gubernur BI Perry Warjiyo, yang dalam sebuah wawancara bersama Bloomberg pada 6 Oktober lalu, menggarisbawahi perlunya mempertahankan suku bunga "untuk sementara waktu" sambil tetap mengawasi limpahan global dan tanda-tanda volatilitas. 

Karena komentar Warjiyo dibuat sebelum perang Israel-Hamas menyebabkan kegelisahan di pasar keuangan global, seorang ekonom melihat kemungkinan kenaikan seperempat poin untuk membantu menstabilkan mata uang.

Berikut poin penting  yang perlu diperhatikan pada RDG hari ini sekitar pukul 14:00 WIB. 

Sengsaranya Rupiah 

Rupiah telah menjadi mata uang dengan performa terburuk di antara 12 mata uang Asia yang dipantau oleh Bloomberg bulan ini. Para investor melarikan diri dari aset-aset yang lebih berisiko dan meningkatnya kekhawatiran akan konflik yang menyebar di kawasan ini. 

Ekspektasi akan menyempitnya perbedaan suku bunga dengan Amerika Serikat (AS) juga mengikis dukungan utama untuk mata uang ini.

Ekonom di DBS Group Holdings Ltd. Radhika Rao. menyampaikan seharusnya tanpa mengubah suku bunga acuan, nampanya langkah manajemen arus modal akan menjadi salah satu pilihan untuk mengerek cadangan devisa yang semakin tergerus. 

"Langkah-langkah manajemen arus modal kemungkinan besar akan menjadi pilihan utama untuk meningkatkan cadangan devisa dan memperkuat pertahanannya terhadap ketidakpastian eksternal," katanya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (19/10/2023).

Meskipun begitu, antusiasme pasar terhadap surat berharga berdenominasi rupiah dari Bank Indonesia, atau Sekuritas Rupiah BI (SRBI), dan juga fasilitas term deposit untuk eksportir dolar, telah berkurang.

Sementara itu, Ekonom PT Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, satu-satunya analis yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan, melihat langkah BI dalam intervensi dengan membeli obligasi di pasar untuk pertama kalinya sepanjang tahun ini menggerus cadev hingga lebih dari US$2 miliar per September 2023. 

"Preferensi BI yang terus berlanjut untuk intervensi valuta asing daripada kenaikan suku bunga membuat perekonomian berisiko mengalami 'defisit likuiditas kembar' yang disebabkan oleh kontraksi dalam jumlah uang beredar dalam dolar AS dan rupiah," ujarnya. 

Menurutnya, kenaikan suku bunga sebesar 25-50 basis poin seharusnya tidak akan terlalu merugikan perekonomian seperti halnya kekurangan likuiditas, tulisnya dalam sebuah laporan.

Meski demikian, LPEM UI mencatat Rupiah tetap menjadi salah satu mata uang yang menunjukkan performa terbaik di antara mata uang negara-negara berkembang, hanya kalah dari Real Brasil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper