Summary: Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang ringgit Malaysia telah jatuh ke level terendah dalam 25 tahun, atau sejak krisis keuangan Asia tahun 1998, menyusul penguatan dolar AS dan perbedaan suku bunga yang semakin melebar dengan Amerika Serikat (AS).
Nilai mata uang ringgit telah menurun 0,3% menjadi 4.7635 per dolar AS, mencatatkan nilai terlemah sejak 1998. Ringgit juga menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di Asia pada 2023, setelah yen Jepang.
“[Kinerja Ringgit yang buruk disebabkan oleh] selisih suku bunga riil yang bisa menjadi jauh lebih tidak menguntungkan, terutama karena pembatalan subsidi berdampak pada inflasi dan menunjukkan tingkat kebijakan riil yang lebih lemah,” ungkap kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank Ltd. di Singapura, Vishnu Varathan, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (19/10/23)
Keputusan Bank Negara Malaysia untuk menghentikan kenaikan suku bunga sejak Juli 2023 memberikan tekanan pada ringgit. Hal ini lantaran bank sentral global cenderung lebih hawkish.
Hal tersebut membuat suku bunga kebijakan overnight lokal berada pada rekor diskon relatif terhadap batas atas suku bunga bank sentral AS (The Fed).
Varathan juga mengungkapkan bahwa membuat para pembuat kebijakan menghadapi dilema antara tekanan ekonomi dari tingkat suku bunga yang lebih tinggi, atau risiko tidak merespons dan membahayakan stabilitas makro dan ringgit.
Baca Juga
Adapun faktor lainnya, penurunan baru-baru ini terjadi seiring dengan penguatan dolar karena permintaan sebagai aset aman akibat kekhawatiran atas perang Israel-Hamas.
Selain itu, Malaysia juga mencatat penurunan ekspor selama enam bulan berturut-turut hingga Agustus 2023, sebagian disebabkan oleh melambatnya ekonomi China, yakni mitra dagang terbesarnya.