Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TikTok Shop Hengkang, Facebook dan Instagram Ramaikan Social Commerce

Platform sosial media milik Mark Zuckerberg, Facebook dan Instagram tengah mengajukan izin sebagai social commerce, setelah tutupnya TIkTok Shop.
Logo Facebook di komputer laptop yang ditata di Hastings-on-Hudson, New York, AS/ Bloomberg
Logo Facebook di komputer laptop yang ditata di Hastings-on-Hudson, New York, AS/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA- Kehadiran TikTok Shop beberapa waktu lalu memantik polemik terkait pengaturan perdagangan digital, memunculkan istilah baru Social Commerce yang lebih agresif dibandingkan E-Commerce. Kini, setelah fitur TikTok Shop ditutup, Facebook dan Instagram malah mengajukan izin.

Hingga kini, pro dan kontra terkait penutupan TikTok Shop dan pembatasan social commerce masih terus menyeruak. Alasan pemerintah memagari ekspansi social commerce pertama-tama adalah membuka peluang aksi predatory pricing hingga pintu masuk banjir impor.

Pada sisi sebaliknya, alasan itupun coba dipatahkan. Sebab, sebelum muncul social commerce diwakili TikTok Shop, maneuver bakar duit hingga maraknya produk impor yang dijajakan juga terjadi pada platform e-commerce.

Penutupan TikTok Shop yang sebelumnya didukung mayoritas pedagang ritel seperti di Tanah Abang pun tak berbuah mendongkrak order. Berdasarkan penelusuran Bisnis pada pekan lalu, penilaian para pedagang pun beragam terhadap langkah pemerintah, bahkan terdapat suara yang justru menginginkan penutupan e-commerce sekaligus.

TikTok Shop yang menjadi sasaran kebijakan pemerintah lewat Permendag No.31/2023 memilih patuh, menutup fitur. Namun pada beleid tersebut, pemerintah juga membuka ruang bagi perizinan social commerce, dengan ketentuan dan syarat khusus.

Dalam Permendag No. 31 Tahun 2023, Social Commerce adalah penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan Pedagang (Merchant) dapat memasang penawaran Barang dan/atau Jasa. Penjelasan yang diambil dari sumber lain menjelaskan bahwa Social Commerce menjual langsung melalui platform media sosial, karena media sosial adalah saluran online, sementara e-commerce adalah bagian dari e-niaga. 

Hal ini melibatkan pengintegrasian fitur e-commerce ke dalam platform media sosial, yang memungkinkan pengguna menemukan, mencari, dan membeli produk tanpa meninggalkan platform sosial. 

Di Indonesia, jual beli barang ataupun jasa langsung di sosial media di antaranya Facebook, Instagram, dan TikTok. Namun, Kemenkominfo menyampaikan bahwa Facebook dan Instagram tidak termasuk ke dalam social commerce. 

Social Commerce menawarkan beberapa keuntungan salah satunya adalah pelanggan dapat membeli produk sambil berinteraksi dengan pengguna lain. Hal ini memudahkan pelanggan untuk mengobrol, meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan audiens melalui konten.

Untuk transaksi sosial atau sosial biasanya terdapat halaman pembayaran tersendiri. Oleh karena itu, pengguna mungkin harus membuka kembali halaman pembayaran dompet elektronik atau layanan tertentu. 

Social commerce menawarkan fitur yang lebih beragam, termasuk kolom komentar. Setiap penjual perdagangan sosial memiliki kebijakan keterlibatan pelanggannya sendiri.  Selain itu, social commerce yang tidak selalu menggantungkan pada kolom ulasan atau review dan tidak terlalu mempengaruhi belanja di media sosial layaknya e-commerce. 

Untuk social commerce, pelaku usaha sepenuhnya memanfaatkan fitur-fitur media sosial. Misalnya menggunakan video TikTok, Reels Instagram, dan berbagai fitur lainnya.

Sebaliknya, setelah TikTok Shop hengkang, kini giliran platform media sosial milik Mark Zuckerberg, Facebook dan Instagram tengah mengajukan izin social commerce di Indonesia.

Informasi itu disingkap Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim. Dia menyebut media sosial Facebook dan Instagram tengah mengajukan izin sebagai social commerce ke Kemendag. 

Sebagaimana diketahui, selama ini media sosial di bawah induk Meta itu telah lama menjadi wadah promosi produk untuk diperdagangkan. Namun, kembali merujuk Permendag No.31/2023 mengharuskan seluruh model bisnis PPMSE (penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik) berizin sesuai fungsinya. 

Pada pasal 21 ayat (3) menyatakan PPMSE dengan model bisnis social-commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya. " [Facebook dan Instagram] sedang mengajukan [izin] social commerce," ujar Isy saat ditemui di Kantor Badan Pangan Nasional, Senin (16/10/2023).

Dia menjelaskan, izin yang diberikan social commerce nantinya sebagai kantor perwakilan perusahaan perdagangan asing (KP3A). Adapun alasan izin sebagai KP3A yakni untuk menjembatani bilamana terjadi sengketa dengan konsumen.

"Kemudian dia [social commerce] harus menyelesaikan segala itu [sengketa] melalui kantor penghukum. Jadi KP3A itu sebagai kantor penghubung saja," jelas Isy.

Isy memastikan bahwa dua aplikasi media sosial milik Mark Zuckerberg itu hanya akan diperbolehkan menjalankan fungsinya sebagai social commerce untuk mempromosikan produk, bukan bertransaksi dalam platform seperti yang dilakukan TikTok Shop sebelumnya.

Kemendag, kata Isy, akan terus melakukan pengawasan terhadap platform PPMSE. "Enggak bolehlah transaksi, hanya iklan saja. Pasti diawasi terus," ungkapnya.

Sementara ihwal kabar TikTok Shop bakal membuat platform e-commerce baru, kata Isy pihaknya mengaku belum menerima pengajuan izin dari platform media sosial asal China itu. Menurutnya, sampai saat ini sosial media TikTok masih mengantongi izin sebagai KP3A yang tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi dalam platform layaknya e-commerce.

Indonesia dengan populasi melek digital yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang stabil, telah menjadi salah satu pasar terbesar untuk social commerce di Asia Tenggara, mendominasi 71% pasar di Asia Pasifik dan diprediksikan mencapai pendapatan sebesar US$22 miliar dengan CAGR sebesar 47,9% pada 2028.

Potensi pasar demikian cukup menggiurkan bagi para raksasa teknologi digital. Harapannya, persaingan antar para pemain teknologi serta aturan pemerintah, kelak bisa jadi berkah bagi para pelaku ekonomi riil di Tanah Air, bukan sebaliknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper