Bisnis.com, JAKARTA - World Steel Association (Worldsteel) memproyeksikan permintaan baja tumbuh 1,8% pada 2023 dengan volume mencapai 1.814,5 juta metrik ton. Hal ini didorong oleh pemulihan permintaan di sejumlah negara berkembang di Asia.
Berdasarkan laporan Short Range Outlook (SRO) 2023-2024, permintaan baja mengalami kontraksi hingga 3,3% pada 2022. Sejak paruh kedua 2022, aktivitas sektor pendukung baja menurun tajam karena pelemahan investasi dan konsumsi.
Ketua Komite Ekonomi Baja Dunia Maximo Vedoya mengatakan, penurunan permintaan baja merupakan dampak dari tingginya inflasi dari tren suku bunga, khususnya yang dihadapi oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat.
"Mempertimbangkan efek tertunda dari pengetatan kebijakan moneter, kami memperkirakan pemulihan permintaan baja pada tahun 2024 akan berjalan lambat di negara-negara maju," kata Maximo dalam laporan terbarunya, Selasa (17/10/2023).
Adapun, Worldsteel memperkirakan permintaan baja pada 2024 akan mengalami peningkatan lebih lanjut sebesar 1,9% dengan volume 1.849,1 juta metrik ton.
Dalam hal ini, negara-negara berkembang diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara maju, tetapi dengan kinerja yang berbeda dan sesuai ketahanan negara-negara berkembang tersebut.
Baca Juga
Di sisi lain, ketidakpastian permintaan masih dihadang oleh konflik regional Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina. Kondisi tersebut berpengaruh pada kenaikan harga minyak dan fragmentasi geo-ekonomi.
Terlebih, sektor konstruksi juga terkena dampak negatif dari tingginya suku bunga dan pembiayaan yang tinggi, khususnya di sektor perumahan. Kendati, investasi infrastruktur tetap positif sehingga mengurangi risiko tinggi permintaan baja dari sektor konstruksi.
Kabar baik datang dari China, Worldsteel memperkirakan situasi pasar properti di China akan stabil akhir 2023 sehingga permintaan baja akan tumbuh positif. Sementara pada 2024, prospek industri baja masih bergantung pada arah kebijakan dan ekonomi China.
"Kami mencatat bahwa perekonomian Tiongkok berada dalam fase transisi struktural yang dapat menambah volatilitas dan ketidakpastian," tuturnya.
Permintaan baja di China pada 2023 diperkirakan akan mencatat pertumbuhan sebesar 2% yang didukung oleh investasi infrastruktur dan stabilisasi di sektor properti.
Selain China, permintaan baja di negara-negara emerging dan berkembang cenderung positif karena memiliki ketahanan terhadap tantangan global.
Setelah turun sebesar 0,6% pada tahun 2022, permintaan baja di negara-negara berkembang dan berkembang kecuali Tiongkok akan menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,1% pada tahun 2023 dan 4,8% pada 2024.
Misalnya, India yang telah mengalami pertumbuhan permintaan baja sebesar 9,3% pada 2022. Tren positif ini akan berlanjut pada 2023 dengan pertumbuhan 8,6% dan 7,7% pada 2024.
Selanjutnya, permintaan baja Asean yang akan terdongkrak oleh permintaan domestik dan investasi infrastruktur meskipun terjadi inflasi dan kondisi global yang memburuk.
Permintaan baja Asean diperkirakan meningkat 3,8% pada 2023 setelah turun 0,2% tahun lalu. Pada 2024, permintaan baja Asean akan tumbuh 5,2%.