Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bahan baku/penolong kembali pengalami penurunan sebesar 4,68 persen secara bulanan menjadi US$12,69 miliar pada September 2023.
Adapun, tren penurunan nilai impor bahan baku/penolong juga terjadi pada Agustus 2023 lalu yang turun 4,13 persen menjadi US$13,34 miliar. Secara tahunan, nilai impor bahan baku juga merosot tajam dari US$14,90 miliar.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar W. mengatakan penurunan nilai impor bahan baku/penolong belum begitu signifikan mengingat kontribusinya terhadap keseluruhan nilai impor sebesar 73,19 persen atau senilai US$12,69 miliar.
"Impor bahan baku/penolong turun 4,86% ini terutama didorong oleh penurunan impor komoditas ampas dan sisa industri makanan, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, dan juga mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya," kata Amalia dalam rilis BPS, Senin (16/10/2023).
Tak hanya impor bahan baku/penolong, dia mengungkapkan nilai impor barang modal juga mengalami penurunan sebesar 12,27% dengan nilai US$2,98 miliar.
Hal ini terutama didorong oleh penurunan impor komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya, dan penurunan impor kapal, perahu, dan struktur terapung.
Baca Juga
"Impor Indonesia menurut penggunaan pada September 2023, barang konsumsi sebesar US$1,67 miliar atau turun 22,10% secara bulanan," ujarnya.
Adapun, penurunan impor barang konsumsi dikarenakan penurunan impor komoditas mesin, perlengkapan elektrik, dan bagiannya serta kendaraan dan bagiannya dan juga serealia.
Secara keseluruhan, BPS mencatat nilai impor turun 8,15% secara bulanan menjadi US$17,34 miliar pada September 2023. Adapun, hal ini didorong oleh penurunan impor nonmigas sebesar 13,60%.
Nilai impor nonmigas turun menjadi US$14,01 miliar dari bulan Agustus sebelumnya sebesar US$16,22 miliar. Tren penurunan impor juga terjadi secara tahunan, di mana pada September 2022 nilai impor sebesar US$16,38 miliar.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan penurunan impor bahan baku dan barang modal juga terindikasi oleh pelemahan ekonomi dunia.
Pada 2022, volume pertumbuhan perdagangan dunia itu 2,7 persen. Sementara itu, pada tahun ini diperkirakan hanya sekitar 1,7 persen. Permintaan barang ekspor yang menurun, memberikan implikasi kepada perusahaan-perusahaan multinasional dengan kandungan impor yang tinggi.
Secara otomatis, perusahaan tersebut akan mengurangi pembelian bahan baku dan barang modal, termasuk mesin. Kondisi ini juga berdampak pada penurunan utilitas.
"Normalnya utilisasi itu 70-80 persen, mungkin sekarang sekitar 60 persen. Rata-rata menurut saya di bawah 60 karena market-nya lagi turun," jelasnya.