Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan perilaku masyarakat yang lebih suka berbelanja online menjadi penyebab pembeli di pasar tradisional dan pusat grosir, seperti Pasar Tanah Abang berkurang
Penutupan platform e-commerce, seperti Shopee, Lazada, dan lainnya dinilai bukan sebagai solusi yang tepat untuk mengatasi problem tersebut. Setelah TikTok Shop ditutup, para pedagang Tanah Abang meminta pemerintah juga turut menutup Lazada dan Shopee lantaran toko mereka yang masih sepi pengunjung.
Ketua Umum Indonesia Digital Empowerment Community (Idiec) Tesar Sandikapura menilai solusi yang ditawarkan oleh para pedagang Tanah Abang tidak tepat.
“Dengan kasus ini terjawablah sudah. Masalah penjualan offline tidak ada hubungannya dengan penjualan online karena perilaku masyarakat yang sudah berubah,” ujar Tesar kepada Bisnis, Jumat (13/10/2023).
Menurut Tesar, fenomena sepinya pasar tradisional dan pusat grosir justru dikarenakan gaya hidup dan belanja masyarakat yang sudah berubah. Masyarakat cenderung malas untuk keluar dari rumah untuk membeli suatu barang sehingga mereka lebih memilih untuk membeli barang secara online.
Selain itu, Tesar mengatakan, faktor lainnya adalah daya beli masyarakat juga tidak sebesar sebelum pandemi Covid-19.
Baca Juga
“Orang sudah lebih berhemat sehingga mereka tidak membeli barang-barang yang sekunder,” ujar Tesar.
Tesar menambahkan, jika memang para penjual di Tanah Abang sudah berusaha untuk merambah ke e-commerce, tetapi masih tidak laku, hal ini juga bukan kesalahan platform e-commerce.
Menurut Tesar, memang dengan kehadiran e-commerce, pedagang makin besar dan pasar makin luas. Alhasil, persaingan usaha yang lebih luas pun tidak terbendung.
Selain itu, Tesar menambahkan, pelanggan akan cenderung melihat yang lebih murah, mudah, dan dekat.
“Yang tadinya ada 10 orang sekarang jadi 100 orang, yang pasti omzet penjual pasti turun karena dibagi rata,” ujar Tesar.
Sebelumnya, ramai para pedagang Pasar Tanah Abang meminta pemerintah juga turut menutup Lazada dan Shopee usai penutupan TikTok Shop. Para penjual mengatakan, pedagang offline kalah harga jika dibandingkan dengan pedagang yang ada di platform online.
Menurut para penjual, harga yang mahal ini dikarenakan para pedagang offline masih harus membayar biaya sewa dan pegawai.
Transaksi E-Commerce
Dilansir dari Momentum Works dan Data Indonesia, nilai transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) e-commerce di Indonesia mencapai US$51,9 miliar pada 2022. Nilai itu setara 52% dari total GMVe-commerce di Asia Tenggara yang sebesar US$99,5 miliar.
Sebagian besar GMV e-commerce di Indonesia disumbangkan oleh Shopee. Nilainya mencapai US$18,68 miliar atau setara dengan 36% dari total GMV e-commerce di Tanah Air. Tokopedia menyusul di posisi kedua dengan GMV sebesar US$18,17 miliar atau 35%.
Kemudian, GMV yang dimiliki Lazada dan Bukalapak masing-masing sebesar US$5,19 miliar atau 10%. GMV yang dimiliki TikTok Shop di Indonesia tercatat sebesar US$2,60 miliar atau 5%. Sementara, Blibli memiliki GMV sebesar US$2,08 miliar atau setara 4%.
Dari data tersebut mengisyaratkan jika Shopee dan Lazada dihapus, berpotensi berdampak pada e-commerce kompetitor, yang bersaing ketat secara porsi pangsa pasar.
Di sisi lain pemerintah telah menutup TikTok Shop, platform social commerce, karena diduga mematikan bisnis pedagang di Tanah Abang. Lantas apa dampak dari penutupan TikTok Shop bagi pedagang?