Bisnis.com, JAKARTA — Produksi gas dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Jambaran Tiung Biru (JTB) belakangan masih ditahan di bawah kapasitas terpasang lantaran kondisi kelebihan pasokan gas di Jawa Timur, sementara kemampuan serap jaringan pipa Gresik-Semarang (Gresem) relatif terbatas.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf mengatakan, belum optimalnya realisasi produksi JTB itu disebabkan karena penyesuaian yang dilakukan untuk mengimbangi oversupply gas di Jawa Timur tersebut saat ini.
“Isu utamanya karena serapan oleh pembeli, sejauh ini di Jawa Tengah-Jawa Timur terjadi oversupply,” kata Nanang saat dikonfirmasi, Rabu (11/10/2023).
Sementara itu, Nanang menambahkan, kemampuan serap dari pipa Gresem yang dioperatori anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) atau PGN, PT Pertamina Gas (Pertagas) relatif terbatas di level 80 juta standar kaki kubik gas (MMscfd) sampai dengan 100 MMscfd.
Dengan demikian, rencana produksi dari JTB mesti disesuaikan dengan kemampuan serap dari pasar yang sudah terlanjur berlebih saat ini.
“Kemampuan pipa Gresem sekitar 80 MMscfd sampai dengan 100 MMscfd sehingga produksi dibatasi,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, produksi gas dari JTB masih berada di level 110 MMscfd. Direktur Pengembangan dan Produksi PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Awang Lazuardi menuturkan, kontrak 110 MMscfd itu sepenuhnya berasal dari PGN untuk disalurkan lebih lanjut kepada pelanggan.
“Kita perlu juga market yang berkelanjutan dengan rate tinggi supaya kami juga bisa tes reability alat kami karena ini peralatan baru,” kata Awang kepada awak media di Jakarta, Selasa (10/10/2023).
Sementara itu, kapasitas produksi gas dari lapangan ini diestimasikan dapat mencapai 192 MMscfd. Beberapa konsumen potensial lainnya yang berencana untuk membeli gas dari proyek JBT, di antaranya perusahaan pupuk PT Petrokimia Gresik dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Selain itu, pabrik methanol di Bojonegoro juga direncanakan menyerap gas dari lapangan tersebut.
“Dari segi kita sebagai produsen, kita harapkan customer meningkat,” kata dia.
Di sisi lain, SKK Migas memproyeksikan surplus pasokan gas pada wilayah kerja bagian Jawa, Bali dan Nusa Tenggara atau Jabanusa dapat mencapai 50 MMscfd seiring dengan operasi komersial JTB dan beberapa lapangan gas lainnya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, surplus pasokan gas itu disebabkan karena masifnya kegiatan onstream serta peningkatan kapasitas produksi dari beberapa lapangan di kawasan tersebut beberapa waktu terakhir.
“JTB sendiri yang kemarin beroperasi 60 persen akan segera jadi 100 persen produksinya mencapai 192 MMscfd,” kata Tjip di Surabaya, Senin (22/5/2023).
Selain itu, SKK Migas turut mengidentifikasi penambahan produksi yang signifikan pada akhir semester I/2023 yang disumbangkan oleh dua lapangan pengembangan Husky-CNOOC Madura Limited (HCML), yakni MAC dan MBH. Kedua lapangan itu berhasil menyumbangkan tambahan pasokan migas menjadi sekitar 140 MMscfd.
Sementara itu, potensi penambahan produksi gas juga turut terjadi pada Lapangan Bukit Panjang WK Ketapang milik Petronas dan WK Blora yang dikelola TIS Petroleum E&P Blora Pte Ltd. Kepastian itu disampaikan seiring dengan upaya kedua kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk mengamankan pembeli di sisi hilir migas saat ini.