Bisnis.com, JAKARTA – Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan volatilitas pasar obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) atau Treasury sangat memengaruhi kondisi fiskal secara global.
Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF Vitor Gaspar mengatakan defisit fiskal AS terus meningkat dan diproyeksikan terus berlanjut akibat volatilitas Treasury AS.
"Di bawah kebijakan-kebijakan yang tidak berubah, dinamika surat utang di AS sangat tidak menguntungkan,” ungkap Gaspar seperti dikutip Bloomberg, Rabu (11/10/2023).
Imbal hasil obligasi Treasury AS telah melonjak dalam beberapa minggu terakhir ke level tertinggi dalam lebih dari 15 tahun terakhir, sebagian karena meningkatnya kekhawatiran terhadap defisit anggaran.
Namun, imbal hasil Treasury mulai turun sepanjang pekan ini di tengah konflik di Timur Tengah dan pernyataan para pejabat Federal Reserve (The Fed) yang lebih dovish.
AS diperkirakan akan membukukan defisit fiskal sekitar 6 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini, meskipun ekonomi berkembang dan pengangguran rendah.
Baca Juga
Kantor Anggaran Kongres memperkirakan bahwa defisit dalam jumlah yang sama akan terus berlanjut selama dekade mendatang. Polarisasi di politik di AS telah menyulitkan para politisi untuk menyetujui langkah-langkah pemangkasan defisit seperti pemotongan belanja atau kenaikan pajak.
Meskipun Gaspar mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya risiko pembiayaan di pasar surat utang di masa mendatang, ia memperingatkan bahwa bertahannya kebijakan-kebijakan saat ini akan menyebabkan jalur fiskal yang tidak berkelanjutan.
IMF memperkirakan bahwa utang publik AS akan tumbuh dua hingga tiga poin persentase per tahun sebagai bagian dari output ekonomi dalam jangka menengah dan jangka panjang. Utang pemerintah AS kini mencapai 121 persen dari PDB tahun 2022.
Risiko 'Sistemik' Rendah
AS tidak sendirian dalam menghadapi situasi fiskal yang sangat tidak kondusif.
”Utang publik global saat ini jauh lebih tinggi, dan diproyeksikan akan tumbuh jauh lebih cepat daripada proyeksi sebelum pandemi. Beban bunga pemerintah atas anggaran akan meningkat seiring berjalannya waktu,” ungkap Gaspar
Namun, Ia melanjutkan, IMF menilai risiko gelombang gagal bayar utang pemerintah yang 'sistemik' masih cenderung rendah.
IMF memperkirakan bahwa utang publik global akan mendekati 100 persen dari PDB pada akhir dekade ini, mendekati level pada tahun pertama pandemi 2020, sebelum tumbuh yang cepat dan lonjakan inflasi menurunkan beban tersebut. Rasio utang global mencapai 92 persen dari PDB pada akhir tahun 2023.
Pengetatan fiskal diperlukan di banyak negara untuk membantu membangun penyangga dalam menghadapi krisis di masa depan dan untuk menahan potensi risiko pembiayaan. Sikap fiskal yang lebih ketat juga akan membantu dalam mengurangi inflasi sesuai target bank sentral.
Gaspar mengatakan, seperti halnya AS, China berpotensi mengalami kondisi fiskal yang tidak berkelanjutan. Namun, tidak ada tekanan finansial yang bersifat langsung di China.
Jika bukan karena AS dan China, utang swasta global akan berada di jalur yang menurun dan bukannya naik sebagai bagian dari PDB global, menurut Gaspar.