Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK migas menargetkan keputusan akhir investasi atau final investment decision (FID) Lapangan Hidayah, garapan Petronas Carigali North Madura II Ltd, dapat ditetapkan tahun depan.
Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo mengatakan, lembaganya bersama dengan Petronas tengah mematangkan desain dan rekayasa atau front-end engineering and design (FEED) pengembangan lapangan saat ini.
Desain dan rekayasa Blok Hidayah itu diharapkan selesai tahun depan, sebelum mengambil keputusan akhir investasi.
“Saat ini FEED study sedang berjalan sesuai rencana di mana diharapkan selesai tahun depan. Kepastian FID juga tahun depan,” kata Wahju saat dikonfirmasi, Selasa (10/10/2023).
Presiden Direktur PC Ketapang II Ltd. dan Country Head Petronas Indonesia Yuzaini Md Yusof mengatakan, saat ini proyek migas tersebut terus dalam proses pengembangan.
“Saat ini kami baru saja memasuki fase pengembangan setelah mendapatkan persetujuan yang diberikan oleh Menteri ESDM pada akhir Desember lalu untuk rencana pengembangan pertama lapangan Hidayah,” kata Yuzaini dalam Media Gathering, Senin (3/4/2023).
Baca Juga
Seperti diketahui, pemerintah telah menyetujui rencana pengembangan lapangan pertama atau PoD I Lapangan Hidayah, bagian dari WK North Madura II pada 27 Desember 2022 lalu.
Petronas menemukan cadangan setelah melakukan pengeboran tiga sumur eksplorasi di wilayah ini. Sumur terakhir yang dibor adalah Hidayah-1 yang menghasilkan penemuan dengan estimasi cadangan minyak sekitar 88,55 million stock tank barrel (MMSTB).
Lapangan Hidayah berlokasi sekitar 6 kilometer di utara Pulau Madura. Di kawasan ini beberapa lapangan migas sudah terlebih dahulu beroperasi.
SKK Migas menargetkan lapangan ini mulai beroperasi komersial pada awal 2027 dengan tingkat produksi saat itu berada di kisaran 8.973 barrel oil per day (bopd).
Blok Hidayah akan mencapai puncak produksi pada 2033 dengan kisaran produksi 25.276 bopd. Lapangan ini diperkirakan akan aktif berproduksi selama 15 tahun (2027-2041). Dalam kurun waktu tersebut, operator blok diperkirakan akan memberikan kontribusi penerimaan negara sebesar US$2,1 miliar atau setara dengan sekitar Rp31 triliun.
Sementara itu, perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengembangan Lapangan Hidayah, antara lain terdiri atas biaya investasi (di luar sunk cost) yang diperkirakan sekitar US$926 juta; biaya operasi termasuk PBB sampai lapangan mencapai economic limit sebesar sekitar US$1,99 miliar; dan biaya abandonment and site restoration (ASR) sebesar sekitar US$201 juta.
Yuzaini mengatakan, ke depannya, Lapangan Hidayah ini akan menjadi salah satu kontributor penting untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel pada 2030.
Selain itu, lanjutnya, Petronas Indonesia juga baru saja merampungkan proyek pengembangan lapangan Bukit Tua Fase-2B pada awal Maret lalu dan menargetkan pelaksanaan survei seismik untuk Wilayah Kerja North Ketapang pada kuartal IV/2023.
“Aktivitas penting ini diharapkan menjadi fondasi yang kokoh untuk memperkuat pijakan kami di Indonesia dalam rangka memberikan pasokan energi yang aman dan berkelanjutan,” tuturnya.