Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) periode 2013-2014 Chatib Basri mewanti-wanti potensi suku bunga The Fed atau Fed Funds Rate (FFR) dengan suku bunga Bank Indonesia atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) akan berada di level yang sama, yakni 5,75 persen.
Pasalnya, terdapat ekspektasi bahwa The Fed akan menaikkan FFR satu kali lagi pada tahun ini, tepatnya pada November mendatang.
“Artinya FFR mungkin akan par dengan BI rate [5,75 persen],” jelasnya dikutip dari Instagram @chatibbasri, Minggu (8/10/2023).
Menurutnya, kondisi tersebut akan memicu risiko outflow dari Indonesia. Kondisi ini yang telah terjadi dan menjelaskan mengapa rupiah saat ini melemah dalam beberapa waktu terakhir.
Bahkan dalam pemberitaan Bisnis, terakhir rupiah ditutup Rp15.618 per Jumat, (6/10/2023) sore. Hal itu juga terlihat pada aliran modal keluar sebesar Rp2,92 triliun dari pasar keuangan domestik pada pekan pertama Oktober 2023.
Adapun, menurut Chatib, bila Bank Indonesia (BI) ingin menjaga rupiah, terdapat opsi untuk menaikkan bunga mengikuti FFR untuk menjaga paritas bunga, atau intervensi di FX market (pasar valas) atau kombinasi keduanya.
Baca Juga
“Dugaan saya saat ini yang dilalukan adalah intervensi FX market,” tambahnya.
Chatib menjelaskan bahwa BI melakukan Intervensi di FX market dengan menambah suplai dolar dan menyerap rupiah. Akibatnya, likuditas rupiah menjadi lebih ketat.
Pada saat yang sama, fiscal surplus yang terjadi juga membuat likuditas semakin ketat. Maka tak menampik pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV/2023 akan melambat.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo telah melihat dengan ekspektasi yang ada di pasar global, potensi FFR dan BI rate akan berada pada posisi yang sama.
Meski demikian, Perry terus memantau kondisi pergerakan inflasi Amerika Serikat (AS) beserta kondisi ekonominya, dengan tetap mempertahankan BI rate di angka 5,75 persen.
Sementara itu, saat ini posisi FFR berada di level 5,25 persen–5,5 persen. Jika naik sekali lagi sebanyak 25 basis poin, artinya level kedua suku bunga acuan tersebut akan sama, yaitu 5,5 persne–5,75 persen.
Dia menegaskan keputusan yang diambil BI dilakukan untuk tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak perekonomian yang tidak menentu, terutama dari keputusan The Fed.
“Intinya kami akan memastikan dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar itu tetap terjaga, dan kami tetap koordinasikan dengan KSSK [Komite Stabilitas Sistem Keuangan],” ujar Perry beberapa waktu lalu.