Bisnis.com, JAKARTA - Tutupnya platform jual beli TikTok Shop dinilai akan membuka peluang platform asal China itu mengembangkan platform lokapasar.
Ketua Umum Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) Tesar Sandikapura mengatakan masih ada kemungkinan TikTok akan membuat marketplace terpisah.
“Ada kemungkinan mereka buat marketplace terpisah,” ujar Tesar kepada Bisnis, Selasa (3/10/2023).
Tesar mengatakan hal ini dikarenakan jika pemasukan TikTok hanya berasal dari media sosial, angkanya akan sangat sedikit. Lagipula menurut Tesar, hal tersebut adalah hal yang mudah. Selain itu, hal ini justru yang dianjurkan oleh pemerintah.
Lebih lanjut, kata Tesar, hal ini tetap bisa sesuai dengan rencana bisnis awal TikTok. “Cuma bedanya harus meng-install dua aplikasi saja. Fungsinya mirip TikTok Shop,” ujar Tesar.
Diketahui, sebelumnya Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan jika TikTok tetap ingin bisnis sosial commerce dan melakukan promosi, hal tersebut tetap diperbolehkan.
Baca Juga
“Jadi dia sosial media silahkan, kalau dia mau social commerce boleh sampai iklan, boleh promosi. Tapi kalau menjadi e-commerce ya tentu dagang, transaksi, ada izinnya sendiri. Jadi kita tata yang betul, ditata,” ujar pria yang akrab disapa Zulhas, Selasa (3/10/2023).
Sebagai informasi, TikTok resmi akan menutup TikTok Shop Indonesia mulai Rabu 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB.
Berdasarkan rilis resmi yang dikeluarkan oleh TikTok, social commerce tersebut menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Dengan demikian, kami tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di dalam TikTok Shop Indonesia, efektif per tanggal 4 Oktober, pukul 17.00 WIB,” ujar TikTok dalam rilis resminya, Selasa (3/10/2023).
Kendati demikian, TikTok mengatakan pihaknya masih akan terus berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana social commerce tersebut ke depannya.
Penutupan TikTok ini tidak terlepas dari resminya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31 Tahun 2023.
Peraturan inipun mengatur terkait perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.
Adapun dalam aturan tersebut, terdapat sejumlah peraturan terkait e-commerce serta social commerce. Salah satunya adalah pengaturan terkait model bisnis social commerce hanya boleh mempromosikan produk layaknya iklan televisi dan bukan untuk transaksi.
Pasal 21 ayat 3 menegaskan PPMSE dengan model bisnis social commerce dilarang untuk memfasilitasi transaksi pembayaran dalam sistem elektroniknya karena dinilai melakukan predatory pricing.