Bisnis.com, JAKARTA - Tutupnya TikTok Shop di Indonesia diharapkan dapat mengurangi predatory pricing yang merugikan penjual usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Namun, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan tersebut tidak membuat predatory pricing hilang di Indonesia.
“Praktik predatory pricing juga ditemukan di platform selain TikTok Shop,” ujar Bhima kepada Bisnis, Selasa (3/10/2023).
Sebagai informasi, predatory pricing adalah ketika sebuah perusahaan menjual rugi suatu barang secara ekstrem. Oleh karena itu, Bhima meminta pengawasan harga di platform e-commerce harus dilakukan dengan lebih ketat.
Dia menambahkan, hal ini menjadi semakin urgen karena akan terjadi pergeseran penjual e-commerce. Hal ini dikarenakan pangsa pasar TikTok di Indonesia sudah mencapai 5 persen.
Walaupun Bhima mengaku penjual biasanya juga memiliki beberapa akun di platform yang berbeda. "Pangsa pasar TikTok Shop diperkirakan 5 persen secara gross merchandise value [GMV] dari total perdagangan daring. Dengan ditutupnya TikTok Shop terjadi pergeseran penjual ke platform ecommerce lain khususnya Shopee dan Tokopedia,” ujar Bhima.
Baca Juga
Sebagai informasi, TikTok akan menutup TikTok Shop Indonesia mulai tanggal 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB. Berdasarkan rilis resminya, Tiktok akan menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Dengan demikian, kami tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di dalam TikTok Shop Indonesia, efektif per tanggal 4 Oktober, pukul 17.00 WIB,” ujar TikTok dalam rilis resminya, Selasa (3/10/2023).
Kendati demikian, TikTok mengatakan pihaknya masih akan terus berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana social commerce tersebut ke depannya.
Adapun penutupan TikTok ini seturut dengan diresmikannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31 Tahun 2023.
Peraturan inipun mengatur terkait perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.
Dalam aturan tersebut, terdapat sejumlah peraturan terkait e-commerce serta social commerce. Salah satunya adalah pengaturan terkait model bisnis social commerce hanya boleh mempromosikan produk layaknya iklan televisi dan bukan untuk transaksi.
Pasal 21 ayat 3 menegaskan PPMSE dengan model bisnis social commerce dilarang untuk memfasilitasi transaksi pembayaran dalam sistem elektroniknya karena dinilai melakukan predatory pricing.