Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan capaian inflasi pada September 2023 yang tetap terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen, berkat konsistensi kebijakan moneter.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan bahwa mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2023 tercatat sebesar 0,19 persen (month-to-month/mtm), sehingga secara tahunan menjadi 2,28 persen, lebih rendah dari inflasi IHK bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,27 persen.
“Inflasi yang terjaga merupakan hasil nyata dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (3/10/2023).
Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1 persen pada 2023 dan 2,5%±1% pada 2024.
Secara rinci, BPS juga mencatat Inflasi inti tetap terjaga rendah sebesar 0,12 persen (mtm), relatif stabil dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,13 persen (mtm).
Hal tersebut utamanya disumbang oleh inflasi tarif pulsa ponsel dan biaya kuliah akademi/perguruan tinggi. Secara tahunan atau year-on-year (yoy), inflasi inti September 2023 tercatat sebesar 2 persen, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 2,18 persen.
Baca Juga
Sementara inflasi kelompok volatile food meningkat dari Agustus 2023 yang deflasi 0,51 persen (mtm), menjadi 0,37 persen (mtm).
Perkembangan tersebut terutama disumbang oleh inflasi pada komoditas beras dan daging sapi. Sementara itu, peningkatan inflasi lebih lanjut tertahan oleh deflasi telur ayam ras, aneka bawang, dan aneka cabai.
Secara tahunan, kelompok volatile food mengalami inflasi sebesar 3,62 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,42 persen (yoy).
Inflasi harga yang diatur pemerintah atau administered prices tercatat lebih tinggi dari bulan sebelumnya deflasi 0,02 persen menjadi 0,23 persen (mtm).
Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh inflasi bensin dan rokok kretek filter akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi dan berlanjutnya transmisi kenaikan tarif cukai tembakau.
Sementara itu, peningkatan inflasi lebih lanjut tertahan oleh deflasi tarif angkutan udara seiring dengan normalisasi harga setelah berakhirnya periode libur sekolah. Secara tahunan, inflasi kelompok administered prices terus menurun menjadi 1,99 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 8,05 persen.
“Hal ini dipengaruhi oleh berakhirnya base effect penyesuaian harga BBM bersubsidi tahun lalu,” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, BPS menyebutkan bahwa penyesuaian harga BBM pada September 2022 lalu memberikan dampak terhadap inflasi hingga Agustus 2023, dan tak lagi berkontribusi terhadap inflasi September 2023.