Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Zona Euro September 2023 Turun ke Level Terendah Sejak Oktober 2021

Eurostat melaporkan inflasi di 20 negara yang menggunakan mata uang euro mencapai 4,3 persen pada September 2023 (year-on-year/yoy).
Matahari terbenam di balik sistem derek pelabuhan dan turbin angin di Hamburg, Jerman./neweurope.eu
Matahari terbenam di balik sistem derek pelabuhan dan turbin angin di Hamburg, Jerman./neweurope.eu

Bisnis.com, JAKARTA - Inflasi di zona euro turun ke level terendah dalam dua tahun terakhir pada bulan September 2023. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga Bank Sentral Eropa (ECB) mampu menahan kenaikan harga meskipun mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

Melansir Bloomberg, Jumat (29/9/2023), Eurostat melaporkan inflasi di 20 negara yang menggunakan mata uang euro mencapai 4,3 persen pada September 2023 (year-on-year/yoy), laju paling lambat sejak Oktober 2021 dan turun 5,2 persen pada Agustus.

Inflasi inti yang tidak termasuk makanan, energi, alkohol, dan tembakau, yang diawasi secara ketat oleh ECB sebagai pengukur yang lebih baik, turun menjadi 4,5 persen dari 5,3 persen. Ini merupakan penurunan terbesar sejak Agustus 2020.

Data inflasi ini cenderung memperkuat keyakinan ECB bahwa suku bunga telah naik cukup jauh untuk menurunkan inflasi ke target 2 persen pada tahun 2025, setelah salah langkah oleh lonjakan yang dimulai pada tahun 2021.

Kepala ekonom Eropa S&P Global Market Intelligence Diego Iscaro mengatakan efek dasar memainkan peran penting dalam menjelaskan penurunan tajam inflasi, tetapi angka-angka tersebut juga menunjukkan bahwa tekanan inflasi yang mendasarinya menjadi kurang kuat.

"Angka-angka ini memperkuat pandangan bahwa suku bunga kemungkinan besar telah mencapai puncaknya dalam siklus pengetatan saat ini,” ujar Iscaro.

Penurunan inflasi terjadi secara luas, dengan semua kategori harga tumbuh dengan laju yang lebih lambat dan harga energi turun secara langsung selama lima bulan berturut-turut.

Inflasi zona euro sempat mencapai dua digit pada musim gugur lalu di tengah melonjaknya biaya energi, hambatan rantai pasokan pascapandemi, dan tingginya pengeluaran pemerintah.

Sebagai tanggapan, ECB menaikkan suku bunga acuan ke rekor tertinggi 4,0 persen dari level terendah 0,5 persen hanya dalam waktu satu tahun, sekaligus beralih dari kebijakan ultra longgarnya.

Namun, dampak dari siklus pengetatan yang paling tajam dalam sejarah ECB selama hampir 25 tahun ini menjadi semakin jelas. Sejumlah indikator menunjukkan kemungkinan resesi bakal terjadi di zona euro.

Penjualan ritel Jerman turun di bulan Agustus dan pengangguran naik di bulan September. Hal ini mengonfirmasi bahwa ekonomi terbesar di zona euro ini mungkin sedang menuju resesi kedua di tahun ini.

Sejauh ini, ECB tetap berpegang pada ekspektasi rebound ekonomi tahun depan, sebagian berkat upah riil yang lebih tinggi karena inflasi turun.

Ekonom Natixis Dirk Schumacher mengatakan perkiraan tersebut didasarkan pada lingkungan eksternal, termasuk kondisi perlambatan ekonomi China.

"Kenaikan suku bunga jauh lebih cepat dibandingkan waktu-waktu sebelumnya, sehingga melihat masa lalu sebagai model dapat menyesatkan," tambah Schumacher.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper