Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Potensi Perdagangan Karbon dari PLTU & Tambang Batu Bara

Sebanyak 99 PLTU batu bara berpotensi segera masuk dalam bursa karbon. Di sisi lain, pelaku usaha batu bara mulai menjajaki potensi untuk masuk bursa karbon.
Pegawai beraktivitas di dekat logo Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/9/2023)/Bisnis-Himawan L Nugraha
Pegawai beraktivitas di dekat logo Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/9/2023)/Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon resmi diluncurkan pada Selasa (26/9/2023). Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara menjadi sektor yang paling diharapkan dapat segera berpartisipasi dalam perdagangan bursa karbon tahun ini.

Pembangkit listrik merupakan sektor penyumbang emisi karbon terbesar di industri produsen energi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun telah mewajibkan sebanyak 99 PLTU untuk ikut dalam perdagangan karbon tahun ini. Perinciannya, 55 unit PLTU milik Grup PLN dan sisanya milik independent power producer (IPP).

Sebanyak 99 PLTU batu bara yang berasal dari 42 perusahaan itu memiliki total kapasitas terpasang 33.569 megawatt (MW) atau sekitar 86 persen dari total kapasitas terpasang PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia.

Perdagangan karbon mandatori tersebut dilakukan untuk PLTU yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.

Nilai transaksi perdagangan karbon subsektor PLTU tahap satu pada 2023 diperkirakan dapat menembus US$9 juta atau setara dengan Rp136,8 miliar, asumsi kurs Rp15.209 per dolar AS.

Estimasi nilai transaksi itu berasal dari alokasi karbon yang berpotensi diperdagangkan secara langsung antarperusahaan pembangkit sebesar 500.000 ton CO2e pada tahun ini. Potensi sisa kuota karbon yang diperdagangkan itu diperoleh dari rekapitulasi emisi sepanjang tahun lalu sebesar 20 juta ton CO2e.

Dalam uji coba awal tahun ini, Kementerian ESDM menggunakan patokan harga kredit karbon yang diperdagangkan di rentang US$2 per ton CO2e sampai dengan US$18 per ton CO2e.

Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik yang telah disusun, pelaksanaan perdagangan karbon berpotensi dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar lebih dari 36 juta ton CO2e pada 2030.

Dengan adanya mandatori yang telah diterapkan di subsektor PLTU tersebut, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar pun mengharapkan agar 99 PLTU dapat memulai transaksi di bursa karbon tahun ini.

"Harapan kami agar PLTU dapat mulai bertransaksi dalam bursa karbon tahun ini juga," kata Mahendra dalam Peluncuran Bursa Karbon di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Dia melanjutkan, selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, perdagangan karbon juga akan diramaikan oleh sektor kehutanan, pertanian, limbah, minyak dan gas, industri umum, dan sektor kelautan.

Mahendra juga menuturkan Bursa Karbon Indonesia akan menjadi Bursa Karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang akan diperdagangkan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia.

"Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu," ucap Mahendra.

Lebih lanjut, kata dia, perdagangan karbon di awal akan dilakukan secara bertahap dengan memastikan unit karbon yang berkualitas, dimulai dari emisi ketenagalistrikan, dan kehutanan dari sisi voluntary market.

Pelaku Usaha Batu Bara

Sementara itu, pelaku usaha tambang batu bara masih melakukan penjajakan untuk berpartisipasi dalam bursa karbon. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyebut bahwa saat ini sudah ada beberapa perusahaan pertambangan yang ikut berpartisipasi dalam bursa karbon ini.

“Kami menyambut baik diluncurkannya bursa karbon. Sepertinya beberapa perusahaan pertambangan sudah ada yang berpartisipasi,” kata Hendra kepada Bisnis, Selasa (26/9/2023).

Dia menuturkan, terdapat juga beberapa perusahaan batu bara yang sudah melakukan penjajakan untuk berpartisipasi dalam bursa karbon ini.

Partisipasi perusahaan tambang batu bara dalam bursa karbon, kata Hendra, diharapkan dapat membantu untuk mengurangi emisi karbon guna mencapai target net zero emision (NZE) pada 2060.

“Agar bisa memanfaatkan perdagangan karbon sebagai peluang untuk mengoptimalkan upaya mengurangi emisi,” ucapnya.

PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) juga tengah melalukan penjajakan untuk berpartipasi dalam bursa karbon. Sekretaris Perusahaan PTBA, Niko Chandra mengatakan bahwa selain penjajakan pihaknya juga melakukan observasi untuk masuk dalam bursa karbon ini.

“PT Bukit Asam Tbk. sedang melakukan observasi dan penjajakan untuk berpartisipasi dalam bursa karbon,” kata Niko, Selasa (26/9/2023).

Lebih lanjut, terkait dengan adanya bursa karbon ini, Niko mengatakan bahwa pihaknya mendukung langkah pemerintah dengan merilis bursa ini. Terlebih, dengan adanya bursa karbon ini menjadi salah satu cara untuk mencapai target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

“Kami juga senantiasa berkomitmen untuk menjaga ketahanan energi nasional,” ujarnya.

Perusahaan tambang batu bara lainnya, PT Indika Energy Tbk. (INDY) juga akan mengeksplorasi berbagai potensi dari perdagangan karbon.

Head of Corporate Communication Indika Energy Ricky Fernando menjelaskan pihaknya akan menangkap peluang perdagangan karbon. Tahun lalu, INDY secara sukarela telah membeli kredit karbon dari proyek Delta Blue Carbon. Proyek tersebut merupakan proyek restorasi mangrover terbesar di dunia.

"Proyek ini melindungi dan memulihkan 350.000 hektar area di Provinsi Sindh, Pakistan," kata Ricky kepada Bisnis, pekan lalu.

Ke depan, INDY akan terus fokus pada keberlanjutan sesuai dengan komitmen environmental, social, and governance (ESG). Dia juga mengatakan INDY akan mengeksplorasi potensi-potensi dari carbon trading.

"Termasuk yang dilakukan oleh anak usaha kami, Indika Nature, yang mengembangkan solusi berbasis alam," tutur dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper