Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi rencana Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal utang rafaksi minyak goreng.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menyatakan mengatakan rencana gugatan tersebut merupakan hak dari peritel sehingga dia mempersilahkan Aprindo untuk mengajukan gugatan. Dia juga memastikan bahwa Kemendag siap untuk mengikuti segala proses hukum.
“Kalau menggugat itu kan haknya teman-teman Aprindo. Dari sisi Kemendag ya kita akan mengikuti proses hukumnya, pasti akan kita ikuti,” kata Isy kepada Bisnis, Kamis (21/9/2023).
Aprindo telah mengeluarkan ancang-ancang untuk menggugat Kemendag ke PTUN dalam waktu dekat, lantaran utang rafaksi atau selisih harga jual minyak goreng yang tak kunjung dibayar. Kendati demikian, belum ada konfirmasi terkait kapan Aprindo akan melayangkan gugatan.
Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey, menyampaikan, anggotanya tengah bersiap untuk memasukkan gugatan ke PTUN. Adapun total klaim utang rafaksi minyak goreng oleh 31 peritel sebesar Rp344 miliar.
Pada Jumat (22/9/2023), anggota Aprindo rencananya akan menggelar rapat bersama untuk mempersiapkan gugatan ke PTUN. Dari sekitar 31 peritel yang belum dibayar utangnya oleh Kemendag, separuh di antaranya sudah sepakat untuk menggugat.
Baca Juga
“Rafaksi kita sedang mau masuk ke tahap akhir yaitu masuk ke jalur hukum,” kata Roy saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2023).
Asosiasi sebelumnya sudah memberikan batas waktu hingga September 2023 untuk menyelesaikan pembayaran utang tersebut. Sayangnya hingga saat ini, utang tersebut tak kunjung dibayar.
Roy bahkan tak segan melontarkan sindirannya ke Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan lantaran terkesan ‘diam-diam’ saja dalam menangani masalah ini.
“Langkah-langkah itu disiapkan karena kok rasanya diam-diam saja. Siapa yang diam-diam? Sudah tahu dong, Menteri Perdagangan [Zulhas]. Padahal semua Dirjen siap menyelesaikan,” ujar Roy.
Sebagai informasi, masalah rafaksi minyak goreng yang sudah berjalan selama setahun lebih itu bermula dari adanya kebijakan satu harga. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2022, Mendag Muhammad Lutfi mewajibkan peritel untuk menjual minyak goreng kemasan satu harga sebesar Rp14.000 per liter mulai 19 Januari 2022.
Dalam aturan ini, disebutkan bahwa pembayaran selisih harga akan dibayar 17 hari kerja setelah peritel melengkapi dokumen pembayaran kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Regulasi ini kemudian dicabut dan digantikan dengan Permendag No.6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng. Peritel menilai, dicabutnya aturan ini seakan piutang pemerintah kepada mereka hangus begitu saja.
Lantaran tidak memiliki dasar hukum, Kemendag di bawah kepemimpinan Zulhas kemudian meminta pendapat dan pendampingan hukum ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Meski Kejagung dalam pendapat hukumnya menyebut masih terdapat kewajiban hukum BPDPKS untuk menyelesaikan pembayaran dana pembiayaan, Zulhas tidak mau terburu-buru untuk membayar utang tersebut.
Zulhas kemudian meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meninjau ulang hasil verifikasi PT Sucofindo, surveyor resmi yang ditunjuk Kemendag, terkait klaim pembayaran selisih harga ke pelaku usaha.
Pasalnya, dalam paparan yang disampaikan Zulhas dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI awal Juni 2023, jumlah yang terverifikasi oleh PT Sucofindo sebesar Rp474,80 miliar atau 58,43 persen dari total nilai yang diajukan oleh 54 pelaku usaha sebesar Rp812,72 miliar.
Perbedaan hasil verifikasi ini terjadi lantaran mayoritas pelaku usaha tak melengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer, biaya distribusi, dan ongkos angkut yang tidak dapat diyakini, dan penyaluran maupun rafaksi melebihi 31 Januari 2022.
Namun, BPKP tidak dapat melakukan audit terhadap hasil verifikasi PT Sucofindo lantaran sudah sesuai dengan kaidah-kaidah sehingga tidak perlu diaudit ulang.
Terbaru sesuai arahan dari Kemenko Polhukam, Kemendag berencana untuk menggelar pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) untuk membahas masalah tersebut. Namun hingga saat ini, belum ada informasi lebih lanjut terkait pertemuan ini.