Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menilai pengembangan energi panas bumi di Indonesia masih tergolong sangat lambat.
Ketua Umum API Prijandaru Effendi mengatakan, pemanfaatan panas bumi di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 1984. Namun, setelah 40 tahun mengembangkan energi terbarukan ini, Indonesia hanya mampu memiliki kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebesar 2.378 megawatt (MW).
Total kapasitas terpasang itu hanya sekitar 10 persen dari potensi sumber daya yang ada saat ini, yakni sekitar 24 gigawatt (GW).
"Ini artinya pertumbuhan kapasitas terpasang tiap tahun hanya 60 MW per tahun," ujar Prijandaru, dalam acara New Zealand - Indonesia Geothermal Industry Breakfast di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Prijandaru juga melihat bahwa perkembangan energi panas bumi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak mengalami peningkatan yang signifikan atau cenderung tidak menggembirakan.
Menurutnya, lambatnya pengembangan panas bumi dalam negeri disebabkan oleh masih mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.
Baca Juga
“Kita tahu pasti bahwa panas bumi itu mahal. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan panas bumi di Indonesia tidak begitu menggembirakan belakangan ini,” ucapnya.
Dengan laju pengembangan saat ini, dia pun memproyeksikan target pemerintah menambah kapasitas PLTP 7,2 GW pada 2025 tidak akan terealisasi.
“Mengenai target pada tahun 2025, berdasarkan kebijakan energi nasional untuk menambah 7,2 GW pada tahun 2025, melihat sekarang kita bicarakan hanya tinggal 2 tahun lagi yang pasti hal itu tidak akan terjadi,” katanya.
Oleh karena itu, Prijandaru mengatakan bahwa perlu adanya upaya luar biasa untuk mengembalikan kemajuan pembangunan panas bumi dan hal itu harus diprioritaskan.
Perlu diketahui, Indonesia berada di kawasan ring of fire. Indonesia menyimpan 40 persen cadangan panas bumi dunia. Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sumber daya panas bumi Indonesia ditaksir mencapai 23.965,5 MW atau sekitar 24 GW, nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.