Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konflik Lahan, Ekonom Pertanyakan Kajian Investasi Pulau Rempang

Ekonom Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mempertanyakan kajian investasi Pulau Rempang sebagai PSN.
Sejumlah petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu berjaga di pos pengamanan jembatan Empat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Tim Terpadu mendirikan tujuh pos pengamanan pascaaksi pemblokiran jalan oleh warga terkait pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru dan rencana relokasi 16 kawasan kampung tua. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/nym.
Sejumlah petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu berjaga di pos pengamanan jembatan Empat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Tim Terpadu mendirikan tujuh pos pengamanan pascaaksi pemblokiran jalan oleh warga terkait pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru dan rencana relokasi 16 kawasan kampung tua. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/nym.

Achmad Nur Hidayat juga meminta pemerintah membatalkan rencana relokasi warga dan memindahkan Proyek Rempang Eco-City ke tempat lain.

Dia mengatakan bahwa Proyek Rempang Eco-City tersebut memiliki nilai investasi yang cukup besar, hasil kerja sama antara BP Batam dengan perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG) di lahan seluas 7.572 hektare atau hampir 50 dari total luas Pulau Rempang.

Namun sayangnya, kata Achmad nilai investasi yang besar itu malah membawa dampak negatif dan dampak sosial yang signifikan kepada warga di sekitar proyek.

"Diperkirakan ada 7.000-18.000 jiwa warga akan terkena dampak relokasi akibat proyek ini," tutur Achmad.

Achmad berpandangan bahwa Proyek Rempang Eco-City tersebut membawa sejumlah tantangan dan isu sosial yang harus jadi perhatian serius dari Pemerintah, pengembang dan masyarakat.

"Isu-isu seperti penolakan dari masyarakat lokal, kriminalisasi warga dan ancaman penggusuran menjadi sorotan utama dalam proyek ini," katanya.

Tidak hanya itu, menurutnya, Pemerintah juga kini mendapatkan kritik tajam karena dianggap hanya mementingkan aspek ekonomi dan investasi saja, namun hak dari warga lokal tidak diperhatikan oleh Pemerintah.

"Proyek itu dikenal dengan nama Kawasan Wisata Terpadu Ekslusif (KWTE). Namun, proyek ini dulu sempat terhambat karena dugaan korupsi," ujarnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper