Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konflik Lahan, Ekonom Pertanyakan Kajian Investasi Pulau Rempang

Ekonom Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mempertanyakan kajian investasi Pulau Rempang sebagai PSN.
Sejumlah petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu berjaga di pos pengamanan jembatan Empat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Tim Terpadu mendirikan tujuh pos pengamanan pascaaksi pemblokiran jalan oleh warga terkait pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru dan rencana relokasi 16 kawasan kampung tua. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/nym.
Sejumlah petugas yang tergabung dalam Tim Terpadu berjaga di pos pengamanan jembatan Empat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). Tim Terpadu mendirikan tujuh pos pengamanan pascaaksi pemblokiran jalan oleh warga terkait pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan ekonomi baru dan rencana relokasi 16 kawasan kampung tua. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/nym.

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mempertanyakan kajian mendalam sebelum pemerintah menggarap Pulau Rempang di Batam, Kepulauan Riau sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan menjadikannya Rempang Eco-City.

Menurutnya, Proyek Rempang Eco-City yang masuk ke dalam PSN sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 dilakukan secara mendadak dan terburu-buru oleh Pemerintah.

Achmad berpandangan seharusnya Pemerintah tidak mendadak dan terburu-buru menggarap proyek tersebut. Bahkan, sebaiknya Pemerintah melakukan studi mendalam terkait dampak sosial dan budaya dari Proyek Rempang Eco-City.

"Harus ada warga lokal juga yang dilibatkan untuk kajian ini, sejauh ini kan tidak ada, sehingga aspirasi dan kekhawatiran warga setempat tidak terwakili dengan baik," tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Senin (18/9).

Dia menjelaskan bahwa tidak adanya keterlibatan warga lokal dalam proyek tersebut telah membuat Proyek Rempang Eco-City menuai protes hingga kecaman dari warga di Rempang dan masyarakat di luar Pulau Rempang.

"Ketiadaan kajian ini yang mengidentifikasi dan mengatasi potensi risiko menyebabkan terjadi penolakan yang luar biasa dari masyarakat 16 kampung tua yang akan direlokasi," katanya.

Selain itu, menurut Achmad, kompensasi yang diberikan oleh Pemerintah juga diberikan tidak sesuai dengan rencana, sehingga saat ini warga menolak direlokasi.

"Kompensasi yang adil dan memadai juga tidak diberikan dengan terencana," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper