Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Pulau Rempang-SRBI Instrumen BI

Penduduk di Pulau Rempang berjumlah 7.512 orang akan direlokasi demi Rempang Eco City. Bank Indonesia siap meluncurkan SRBI, instrumen penguat rupiah.
Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/Spt.
Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/Spt.

Bisnis.com, JAKARTA - Pulau Rempang adalah salah satu pulau yang berada di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau tengah menjadi tengah ramai menjadi pembicaraan dalam beberapa hari terakhir. Hal ini bermula terjadinya bentrok antara masyarakat sekitar dengan tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP, pada Kamis (7/9/2023) lalu. Saat itu, ratusan warga memblokade jalan agar tim gabungan tidak masuk ke wilayah Pulau Rempang untuk mengukur lahan dan pemasangan patok.

Pulau Rempang memiliki luas wilayah sekitar 16.583 hektar, yang terdiri dari dua kelurahan, yaitu Rempang Cate dan Sembulang. Penduduk di Pulau Rempang yang berjumlah sekitar 7.512 orang akan direlokasi demi dibangun kawasan industri, jasa, dan pariwisata yang bernama Rempang Eco City. Proyek ini bahkan masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah pusat. Rempang Eco City digarap PT Makmur Elok Graha (MEG) yang kepemilikannya dikaitkan dengan pengusaha nasional Tommy Winata, konglomerat pemilik Grup Artha Graha.

Pulau Rempang sebagai The New Engine of Indonesian's Economic Growth mengusung konsep green and sustainable city. Dengan adanya Rempang Eco City, ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp381 triliun dan akan menyerap 306.000 pada 2080.

Namun rencana tersebut mendapat penolakan warga sehingga terjadi bentrokan, bahkan anak sekolah yang masih melakuan aktivitas belajar mengajar terpaksa dihentikan. Jika merunut ke belakangan, konflik lahan di Pulau Rempang sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Kawasan ini sejatinya sudah dihuni masyarakat lokal dan pendatang jauh sebelum terbentuknya BP Batam.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) siap meluncurkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), sebuah instrumen operasi moneter baru untuk menjaga stabilitas rupiah dan menarik arus modal di tengah data inflasi Amerika Serikat yang masih menanjak.

BI segera menerbitkan SRBI pada Jumat, 15 September sebagai instrumen operasi moneter untuk mendorong pendalaman pasar uang. Penerbitan ini mendukung beberapa instrumen operasi moneter yang telah dilakukan BI di samping intervensi pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).

Peluncuran SRBI pertama kali diumumkan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat dewan Gubernur (RDG) BI pada 24 Agustus 2023.

Saat itu, Perry menjelaskan kondisi ekonomi global yang tak pasti dengan ditandai pelemahan ekonomi China dan sikap dovish Bank Sentral Jepang terhadap kebijakan moneternya, telah mendorong dolar Ameriksa Serikat (AS) menguat.
Dua berita ini merupakan bagian dari berita pilihan dari meja redaksi Bisnisindonesia.id yang disajikan secara analitik dan mendalam. Berikut 5 berita pilihan Bisnisindonesia.id.

1.Memahami Konflik Tanah Pulau Rempang & Investasi Tomy Winata

Masyarakat yang tinggal di pulau tersebut selama ini tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan. Hal ini karena sebagian besar lahan di pulau tersebut awalnya merupakan kawasan hutan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

BP Batam sendiri baru terbentuk pada Oktober 1971 yang diinisisasi BJ Habibie dengan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1973. Kala itu, Habibie mencetuskan konsep Barelang (Batam Rempang Galang) di mana ketiga pulau besar itu saling terhubung untuk menggeliatkan ekonomi, terlebih Kepulauan Riau nantinya memisahkan diri dari Provinsi Riau.

Ketiga pulau ini letaknya sangat strategis karena berada di Selat Malaka. Pada awalnya, Barelang digadang-gadang bisa menyaingi Singapura sebagai pusat perdagangan dan industri, meski dalam perkembangannya kawasan ini justru malah menjadi pendukung dan pelengkap penggerak ekonomi Singapura.

Agar pengelolaannya bisa lebih profesional, pemerintah pusat memutuskan membentuk Otorita Batam yang terpisah dengan pemerintah daerah yang kini berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP) Batam.

Badan inilah yang kemudian mengelola kawasan Batam dan pulau sekitarnya, termasuk Pulau Rempang. Dibandingkan Pulau Batam yang ekonominya tumbuh pesat, perkembangan Rempang dan Galang memang lebih lambat. Namun kedua pulau ini mulai menggeliat terutama sejak dibangun Jembatan Barelang pada 1998. Kemudian, pada 2021, pemerintah pusat dan BP Batam menerbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada perusahaan swasta.

HPL itu kemudian berpindah tangan ke PT MEG yang tentunya membuat status kepemilikan lahan masyarakat yang sudah terlanjur menempati di kawasan tersebut semakin pelik. Masyarakat nelayan yang puluhan tahun menempati Pulau Rempang sulit mendapatkan sertifikat kepemilikan lahan. Konflik dimulai saat pemerintah pusat, BP Batam, dan perusahaan pemegang HPL PT Makmur Elok Graha mulai menggarap proyek bernama Rempang Eco City, proyek yang digadang-gadang bisa menarik investasi besar ke kawasan ini.

2. Kredit Berisiko Bank Jumbo Kian Landari, Sinyal Ekonomi Membaik

Indikator keuangan industri perbankan pada paruh pertama tahun ini secara umum menunjukkan perbaikan, baik dari sisi profitabilitas, likuiditas, maupun risiko kredit. Salah satu indikator penting kualitas kredit, yakni loan at risk (LaR) pun menunjukkan penurunan.
LaR tidak sama dengan kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL), meskipun keduanya sama-sama menjadi indikator tingkat kesehatan kinerja perbankan. LaR memiliki cakupan yang lebih luas ketimbang NPL.

Sebagaimana diketahui, dalam konteks penyaluran kredit, bank membagi kualitas kredit ke dalam lima tingkat kolektibilitas atau status keadaan pembayaran angsuran dan bunga kredit oleh debitur. Kelimanya yakni lancar (Kol-1), dalam perhatian khusus (Kol-2), kurang lancar (Kol-3), diragukan (Kol-4), dan macet (Kol-5).

Kolektibilitas yang masuk dalam kategori NPL adalah Kol-3, Kol-4, dan Kol-5. Sementara itu, LaR turut menghitung kredit dalam kategori Kol-2, bahkan juga kategori Kol-1 yang mendapatkan status lancar setelah mengalami restrukturisasi.

Sepanjang paruh pertama tahun ini, sejumlah bank melaporkan penurunan tingkat LaR. Hal ini menjadi kabar baik yang menandakan industri jasa keuangan, khususnya perbankan, sedang dalam kondisi yang prima.

3. BUMN Karya Panen Berkah Kontrak Baru dari Proyek IKN

Emiten BUMN Karya panen kontrak baru bernilai jumbo dari proyek Ibu Kota Negara (IKN) tahun ini, setidaknya hingga Agustus, menjadikan prospek bisnisnya kembali menjanjikan usai dihantam pandemi dengan cukup berat.

Capaian kontrak baru PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) tidak terpaut jauh. ADHI memperoleh Rp24,5 triliun, sedangkan PTPP mencatatkan raihan sebesar Rp22,5 triliun per Agustus 2023. Adapun, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) meraih kontrak baru Rp11,5 triliun.

Sekretaris Perusahaan ADHI, Farid Budiyanto, menyampaikan bahwa perolehan kontrak baru tersebut bertumbuh sebesar 150 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp16,3 triliun.

Dia memerinci kontribusi per lini bisnis dari perolehan kontrak baru yang diraih perseroan hingga Agustus 2023, didominasi oleh lini engineering & construction sebesar 94 persen, properti sebesar 3 persen, dan sisanya merupakan lini bisnis lain.

Adapun beberapa kontrak baru yang diraih, terdiri dari proyek Tol Jakarta-Cikampek II dan infrastruktur di kawasan IKN Nusantara, antara lain tol akses IKN seksi 6A, rumah susun pegawai ASN, dan pembangunan pengendalian banjir daerah aliran sungai.

4. Menilik Rencana Pertamina (PGEO)Mengincar PLTP Sorik Marapi

Berkembangnya kabar yang menyebutkan bahwa PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. tengah mengincar pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sorik Marapi, mendapat pembenaran dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menurut Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Harris Yahya, emiten grup Pertamina berkode saham PGEO itu tengah menyiapkan langkah untuk mengakuisisi PLTP Sorik Marapi yang dikelola oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP).

Hanya saja, dia belum mengetahui secara detail terkait dengan rencana tersebut, mengingat pelaporan dari PGEO ke pemerintah akan dilakukan setelah tahap akuisisi mencapai kesepakatan.

Adapun, PLTP Sorik Marapi, yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal di Sumatra Utara, merupakan salah satu proyek panas bumi terbesar yang sedang dikembangkan di Indonesia dengan kapasitas mencapai hingga 240 megawatt (MW).

“Iya, memang terkait dengan itu [akuisisi PLTP Sorik Marapi] PGE lakukan. Tapi hasilnya seperti apa, saya ga tahu, karena kan pemerintah tidak wajib mengetahui. Nanti hasil akhirnya saja,” ujar Harris saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (14/9/2023).

Tidak wajibnya pemerintah mengetahui perkembangan akuisisi, kata Harris, dikarenakan rencana pembelian aset tersebut merupakan tindakan aksi korporasi murni secara business to business.

5. Mengenal SRBI, Manuver Baru BI Stabilkan Rupiah

Berdasarkan penilaian BI, peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar Rupiah pada Agustus 2023 (sampai dengan 23 Agustus 2023) secara point-to-point melemah sebesar 1,41 persen dibandingkan dengan akhir Juli 2023.

"Kita keluarkan SRBI untuk sekuritisasi dari SBN yang dimiliki oleh BI. BI punya lebih dari Rp1.000 triliun SBN, ini dijadikan underlying. Kita terbitkan SRBI dengan tenor jangka pendek sampai dengan 12 bulan," kata Perry.

Tujuan penerbitan SRBI, yaitu dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki BI sebagai underlying. Langkah ini didukung oleh para ekonom. Kepala Ekonom Bank Permata melihat penerbitan SRBI mampu mendukung nilai tukar rupiah di tengah kenaikan imbal hasil US Treasury (UST) dan tren penguatan dolar AS.

“Dengan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah maka diharapkan potensi imported inflation juga cenderung akan terbatas. Sehingga ekspektasi inflasi cenderung akan terjangkau yang selanjutnya akan mendukung momentum pertumbuhan ekonomi domestik,” ujarnya dalam wawancara pada Agustus.

Menurut Josua, BI menerbitkan SRBI sebagai upaya untuk mengelola kurva imbal hasil obligasi Indonesia. Dengan strategi ini, imbal hasil obligasi jangka pendek menjadi lebih tinggi dari level saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper