Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Realisasi Properti IKN hingga Inflasi

Proyek properti IKN hingga inflasi menjadi bahasan isu yang dikemas secara analitik dan mendalam di BisnisIndonesia.id.
Ilustrasi-Canva
Ilustrasi-Canva

Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah memastikan konsorsium PMDN yang terdiri dari pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, bos Sinar Mas Franky Oesman Widjadja, pemilik Salim Group Anthoni Salim, pendiri Royal Golden Eagle (RGE) Sukanto Tanoto, Ciputra Group dan Vasanta Group akan mulai membangun properti IKN

Proyek properti IKN menjadi  salah satu isu yang dikemas secara analitik dan mendalam di BisnisIndonesia.id. Berikutnya juga dirangkum beberapa isu ekonomi bisnis pilihan lainnya dalam Top 5 News BisnisIndonesia.id  Selasa (12/9/2023).

1.Menanti Janji Komitmen Realisasi Para Naga Bangun Properti IKN

Lampu hijau rencana investor swasta Tanah Air mulai membangun proyek properti di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Kalimantan Timur mulai menyala. Rencana realisasi investasi yang akan diguyurkan oleh sejumlah investor swasta di IKN bakal memasuki babak baru. Pasalnya, sejumlah investor tersebut dijadwalkan akan menggelar groundbreaking pada bulan ini.

Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Agung Wicaksono mengatakan konsorsium Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dipastikan akan melaksanakan groundbreaking selambat-lambatnya pada akhir September.

Saat ini, pihak Otorita bersama sejumlah konsorsium PMDN tengah merampungkan kesepakatan secara tertulis terkait penetapan alokasi lahan.

“Penetapan alokasi lahan sedang berproses on paper nya saja. Nantinya, semua yang sudah pernah disebut akan groundbreaking atau launching,” ujarnya, Senin (11/9/2023).

Kepala Otorita IKN Bambang Susantono menambahkan pembahasan mengenai penetapan tanggal groundbreaking masih dalam proses penyesuaian dengan jadwal Presiden Joko Widodo. Pasalnya, groundbreaking sejumlah proyek investor swasta di IKN akan dihadiri oleh Jokowi.

“Jadwal groundbreaking sedang dibahas. Disesuaikan dan diorganisasikan dengan memperhatikan juga jadwal bapak Presiden,” katanya.

2. G20 Desak Tambah Kapasitas Pinjaman Bank Dunia

Para pemimpin dunia G20 sepakat untuk mendukung perluasan peran Bank Dunia agar tak hanya fokus pada kemiskinan, tetapi juga dapat berkontribusi pada tantangan global seperti dampak pandemi dan krisis pangan. 

Bank Dunia yang berbasis di Washington ini diharapkan dapat menambah kapasitas pinjamannya dan pembiayaan murah untuk membantu negara berkembang dan negara miskin.

"Kami perlu memperluas mandat bank pembangunan multilateral. Keputusan kami pada masalah ini harus segera dan efektif," kata Perdana Menteri India Narendra Modi dalam pertemuan para pemimpin dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) New Delhi pada Sabtu (10/9/2023).

Hal itu dibenarkan oleh Presiden Bank Dunia Ajay Banga. Menurutnya, penambahan kapasitas pinjaman perlu juga dukungan perbankan swasta. 

"Kami tengah mengupayakan pembiayaan murah untuk membantu negara berpendapatan rendah untuk mencapai targetnya, sambil berpikir kreatif tentang bagaimana mendorong kerja sama lintas negara dan menghadapi tantangan bersama," ujar Banga, dikutip CNBC International. 

Presiden Amerika Joe Biden juga ikut mendukung rencana ini.  Dia telah meminta Kongres untuk menaikkan pembiayaan World Bank hingga lebih dari US$25 miliar sehingga dapat membantu negara berkembang dan negara miskin mencapai target perekonomiannya. 

3. Jalan Panjang Jokowi Amankan Beras Impor hingga 2024

Gelombang panas ekstrem yang menerpa seantero dunia menimbulkan kekhawatiran bagi ketersediaan pasokan pangan. Indonesia bahkan harus menempuh jalan panjang untuk mengatasi krisis ini setidaknya hingga awal tahun depan.

Fenomena El Nino pada tahun ini seketika mendorong perubahan pola perdagangan bebas yang telah berjalan selama ini. Sebagian negara mulai memperketat ekspor pangan demi keamanan di lingkup domestik. Lainnya, memutar otak untuk memastikan segala kebutuhan dalam negeri tercukupi.

Pada perdagangan beras dunia, India telah mengumumkan larangan ekspor pangan non-basmati sejak pertengahan tahun. Padahal, negara itu telah menjadi pengekspor beras terbesar dunia pada musim 2022/2023 sebesar 22,50 juta ton.

Jumlah ini tidak kecil. Dari volume tersebut, Anak Benua berkontribusi sekitar 40,09 persen dari total ekspor beras secara global yang menyentuh 56,12 juta ton per tahun. Alhasil, penghentian ekspor sejak 20 Juli 2023 itu berbuntut panjang pada stabilitas harga dan pasokan beras dunia.

Keputusan Perdana Menteri India Narendra Modi cukup masuk akal. India sebagai negara dengan populasi 1,4 miliar penduduk ini berupaya mengamankan ketersediaan beras negaranya seiring dengan proyeksi penurunan produktivitas pertanian akibat El Nino.

Bila India membatasi produk ekspor, Indonesia menjalani banyak cawe-cawe untuk mendapatkan pasokan tambahan lewat kebijakan impor. Tahun ini, Presiden Joko Widodo bahkan menaikkan target cadangan beras pemerintah (CBP) kepada Perum Bulog menjadi 2 juta ton hingga akhir tahun.

4. Menguatkan Titik Tumpu Indonesia sebagai Gudang Karbon Asean

Penggunaan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon atau carbon capture storage/carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS) diyakini akan menjadi suatu keharusan ke depannya, sejalan dengan target pemerintah mewujudkan nol emisi karbon (net zero emission/NZE) pada 2060.

Terlebih, implementasi CCS/CCUS tersebut ke depannya tidak hanya diberlakukan pada industri hulu minyak dan gas bumi (migas) tetapi juga dimungkinkan diterapkan pada industri di luar wilayah kerja (WK) migas.

Seturut dengan itu, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) nantinya juga diperkenankan menggunakan hasil tangkapan karbon dari industri lain untuk fasilitas CCS/CCUS tersebut agar bisa dimasukkan kembali ke dalam lapangan gas yang dikelolanya.

Hanya saja, potensi komersialisasi CCS/CCUS tersebut tengah dimatangkan pemerintah untuk meyakinkan agar KKKS tertarik berinvestasi pada infrastruktur kompleks penangkapan karbon, padahal instrumen komersialisasi penangkapan karbon itu diharapkan dapat memantik studi-studi yang tengah dikerjakan KKKS.

Saat ini, pemerintah diketahui masih mengebut penyelesaian rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Carbon Capture and Storage (CCS) di luar WK migas. Rencananya beleid itu bakal kelar tahun ini untuk menopang keekonomian proyek serta memberi bagi hasil yang menarik bagi KKKS.

“Tentunya mengenai monetisasi ini akan kita bahas dalam Perpres, kita bahas dari sisi injection fee, royalti fee,” kata Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves) Jodi Mahardi saat ditemui di Jakarta, Senin (11/9/2023).

Sejumlah opsi yang akan diakomodasi di dalam rancangan perpres itu di antaranya storage fee, injection fee, serta carbon credit. Menurut Jodi, kepastian monetisasi fasilitas CCS itu menjadi krusial untuk memastikan Indonesia dapat menjadi pusat dari CCS Hub di Kawasan Asia Tenggara.

5. Sedia Payung Inflasi Pangan

Inflasi pangan mulai mengancam kestabilan inflasi yang sudah dijaga pemerintah. Hal ini sebagai akibat El Nino dikhawatirkan menggerus daya beli masyarakat pada akhir tahun ini. Sejumlah kebijakan pemerintah pun disiapkan seperti menggulirkan bansos pangan menjadi bantalan untuk menjaga tingkat konsumsi domestik.

Merujuk data Bank Indonesia, kecemasan konsumen soal lonjakan inflasi kembali meningkat. Hal itu tecermin dalam Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia yang memprakirakan tekanan inflasi meningkat pada Oktober 2023.

Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) IEH Oktober 2023 tercatat sebesar 118,7 lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 115,9. Salah satu penyebab adalah kendala pasokan barang, antara lain karena pembatasan kendaraan besar pada akhir tahun.

Inflasi pada Agustus 3,27 persen tercatat sebagai kenaikan inflasi pertama dalam 6 bulan terakhir. Pada September tren itu diproyeksi meningkat sejalan dengan meningkatnya harga sejumlah komoditas pangan, terutama beras dan depresiasi rupiah 3,3 persen dalam 3 bulan terakhir.

Tren inflasi pun diproyeksikan bakal meningkat sejalan dengan tingginya harga sejumlah komoditas pangan, termasuk beras.Adapun, BPS mencatat inflasi harga beras menyentuh 13,76 persen (year-on-year) pada Agustus 2023, menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.

Kalangan pengusaha telah menyiapkan ancang-ancang untuk menjaga kinerja penjualan di tengah ancaman tekanan inflasi pangan yang melonjak.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper