Bisnis.com, JAKARTA -- Para ekonom memperkirakan bahwa perekonomian China akan tumbuh lebih lambat dari perkiraan pada 2023 dan 2024. Hal ini akibat pasar properti yang lesu dan menghambat pertumbuhan.
Perekonomian China kini sedang mengalami kesulitan yang disebabkan oleh utang yang besar akibat investasi infrastruktur selama beberapa dekade dan penurunan properti. Hal ini menimbulkan risiko bagi negaranya sendiri dan bagi perekonomian global.
“Penyebab utamanya adalah sektor properti. Sumber pertumbuhan ini kini telah menguap dan tidak akan kembali lagi,” jelas kepala ekonomi China di Capital Economics di Singapura, Julian Evans-Pritchard, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (12/9/2023).
Para pembuat kebijakan China kini berjuang keras untuk menghidupkan kembali laju pertumbuhan. Hal ini lantaran 70 persen kekayaan rumah tangga terikat pada pasar properti yang lesu, meningkatnya pengangguran kaum muda, permintaan konsumsi yang lemah dan keengganan perusahaan swasta yang tertekan untuk berinvestasi.
Evans-Pritchard sendiri juga berpendapat bahwa China telah bersikap lebih bearish dibandingkan kebanyakan negara lain, namun juga terkejut dengan kecepatan penurunan pada pertumbuhan. Ia juga menilai bahwa perlambatan ini mungkin masih akan berlanjut.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi China
Berdasarkan jajak pendapat Reuters pada 4-11 September 2023 terhadap 76 analis yang berbasis di dalam dan di luar China daratan, memperkirakan bahwa perekonomian akan tumbuh 5 persen pada 2023. Angka ini lebih rendah dari perkiraan pada Juli 2023 yang sebesar 5,5 persen. Perkiraan berkisar di antara 4,5 dan 5,5 persen.
Baca Juga
Kemudian, meskipun hampir semua ekonom menurunkan perkiraannya pada 2023 dan 2024, besaran pemotongan tersebut masih kecil sehingga memberikan ruang untuk penurunan peringkat lebih lanjut.
Selanjutnya, beberapa ekonom juga memperingatkan bahwa target pertumbuhan pemerintah yang sebesar 5 persen pada 2023 bisa meleset, karena stimulus kebijakan China yang tak akan cukup untuk menstabilkan perekonomian.
Meskipun data terbaru China memberikan tanda perbaikan perekonomian, beberapa ekonom juga mengatakan bahwa sektor properti yang lesu perlu diberikan lebih banyak dukungan kebijakan. Sektor properti menyumbang seperempat perekonomian China.
Pada 2024, pertumbuhan diperkirakan melambat menjadi 4,5 persen. Kemudian pada 2025, para ekonom memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,3 persen.
Setelah tumbuh 6,3 persen pada kuartal terakhir, perekonomian kuartal ini diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 4,2 persen. Kemudian, pada kuartal IV/2023 diperkirakan tumbuh 4,9 persen dan pada kuartal I/2024 menurun menjadi sebesar 3,9 persen.
Ekonom senior di China Merchants Bank International di Hong Kong, Bingnan Ye, menuturkan bahwa perlambatan ini mungkin hanya ujung gunung es. Ia juga menuturkan bahwa konsumsi rumah tangga mungkin membaik lebih lambat dari perkiraan banyak orang.
“Seiring dengan perlambatan di sektor properti dan ekspor, kita masih menghadapi ketegangan perdagangan AS-China, dan diversifikasi rantai pasokan di luar China baru-baru ini akan menambah tekanan negatif,” jelasnya.
Kemudian, mayoritas ekonom yang menjawab pertanyaan tambahan bahwa risiko perkiraan pertumbuhan PDB tahun ini dan tahun depan cenderung mengarah ke sisi negatif.
Proyeksi Inflasi China
Para ekonom juga memangkas perkiraan inflasi harga konsumen (IHK) pada tahun ini menjadi 0,6 persen dan untuk 2024 sebesar 1,9 persen. Angka tersebut turun dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 1,1 persen dan 2,1 persen dalam survei Juli 2023.
Kemudian, meskipun inflasi masih rendah, PBOC juga diperkirakan akan mempertahankan suku bunga utamanya pada 2023.
Lalu, dalam pertanyaan apakah ada paket stimulus ekonomi yang agresif dari pihak berwenang, 17 dari 21 ekonom menjawab tidak.
“Pemerintah daerah, yang bertanggung jawab atas (sekitar) 85 persen pengeluaran, mempunyai utang yang sangat besar. Hal ini membatasi kemampuan...untuk memberikan stimulus yang berarti tanpa semakin melemahkan keuangan mereka yang sudah rapuh,” jelas ahli strategi makro senior di Rabobank di Belanda, Teeuwe Mevissen.