Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai PKS, Sigit Sosiantomo, menyoroti isu pemberian subsidi atau public service obligation (PSO) pada tarif tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Sigit menyebut sempat adanya perbedaan pernyataan di pemerintahan terkait pemberian subsidi pada Kereta Cepat. Dia mengatakan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pernah menyatakan tiket Kereta Cepat tidak akan mendapat subsidi.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyebutkan akan memberikan subsidi tarif atau PSO untuk Kereta Cepat.
“Kami minta penegasan aja, apakah ada subsidi PSO di daftar Dirjen-Dirjen yang ada di Kementerian Perhubungan [Kemenhub],” jelas Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR RI dengan Menteri PUPR, Menteri Perhubungan, Menteri Desa PDT dan Transmigrasi, Kepala BMKG dan Kepala BNPP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Terkait hal tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan subsidi atau PSO untuk tarif tiket Kereta Cepat.
“Saya jawab singkat, tidak ada [subsidi tiket Kereta Cepat],” katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Risal Wasal, juga telah mengonfirmasi layanan Kereta Cepat tidak akan disubsidi. Hal ini karena Kereta Cepat tidak termasuk dalam jenis layanan kereta ekonomi.
"Tidak dapat subsidi, kan aturannya tidak boleh," kata.
Risal mengatakan tarif awal Kereta Cepat rencananya akan berkisar pada rentang Rp250.000 hungga Rp350.000. Sebagai informasi, tarif Kereta Cepat nantinya akan terbagi menjadi 3 kelas, yakni Premium Ekonomi, Bisnis, dan First Class.
Adapun, ketentuan pemberian subsidi tarif kereta tertuang dalam Undang-undang No 23/2007 Tentang Perkeretaapian. Pasal 152 ayat 2 menyebutkan, tarif angkutan orang dapat ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk angkutan pelayanan kelas ekonomi atau angkutan perintis.
Sementara itu, Pasal 153 ayat 1 menyebutkan, jika tarif yang dihitung oleh pemerintah atau pemerintah daerah lebih rendah dari yang dihitung oleh penyelenggara sarana perkeretaapian berdasarkan pedoman tarif yang ditetapkan pemerintah, selisihnya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemerintah daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik.