Bisnis.com, JAKARTA — Tarif impor barang-barang asal Indonesia ke Amerika Serikat masih sebesar 10%, meski kedua negara sudah mengeluarkan pernyataan bersama alias joint statement terkait tarif resiprokal.
Sesuai pernyataan bersama yang dikeluarkan Gedung Putih pada Selasa (22/7/2025) waktu setempat, disepakati bahwa barang asal Indonesia ke Amerika Serikat (AS) akan dikenai tarif impor sebesar 19%, sedangkan barang asal AS akan bebas tarif masuk ke Indonesia.
Sementara berdasarkan surat yang dikirim Presiden AS Donald Trump ke Presiden Prabowo Subianto pada 7 Juli lalu, tarif resiprokal untuk Indonesia akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.
Kendati demikian, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan bahwa tenggat waktu itu tidak berlaku lagi karena kedua negara masih melakukan pembahasan teknis untuk menindaklanjuti pernyataan bersama yang telah diumumkan.
"Kan sekarang ini kita di-postpone nih pemberlakuannya, semuanya masih baseline [tarif] ke 10%. Terus kita masih ngelanjut nih. Kalau sudah final semuanya, kita baru ngomong bentuknya [perjanjian dagang] apa nih. Begitu bentuknya itu jelas, signing [penandatanganan], itulah berlaku [tarif baru]," ujar Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, dikutip Minggu (27/7/2025).
Dengan demikian, jika perundingan kedua negara masih berlangsung hingga melebihi 1 Agustus 2025 maka barang impor asal Indonesia yang masuk ke AS masih akan tetap dikenai tarif dasar 10%.
Baca Juga
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa pernyataan bersama yang sudah dirilis AS-RI itu menggambarkan komitmen politik yang akan menjadi dasar perjanjian perdagangan terbaru kedua negara. Oleh sebab itu, kesepakatan tarif baru akan mengikat usai pernyataan bersama itu diejawantahkan menjadi perjanjian dagang RI-AS.
"Perundingan masih akan terus berlangsung untuk bicara detail teknis karena masih ada beberapa kepentingan yang dijanjikan dan akan ditindaklanjuti," jelas Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
Politisi Partai Golkar itu mencontohkan, yang masih dirundingkan pemerintah dengan AS adalah sejumlah barang asal Indonesia yang akan mendapatkan tarif resiprokal lebih rendah dari 19% hingga mencapai 0%, antara lain kelapa sawit, kopi, kakao, produk agro dan produk mineral lainnya, komponen pesawat terbang, produk industri dari Kawasan Ekonomi Khusus.
Pernyataan Bersama RI-AS
Mengutip laman resmi Gedung Putih pada Rabu (23/7/2025), perjanjian perdagangan AS-Indonesia ini disebut akan memperkuat hubungan ekonomi jangka panjang antara kedua negara, yang sebelumnya telah dibangun melalui Perjanjian Kerangka Kerja Perdagangan dan Investasi (Trade and Investment Framework Agreement/TIFA) yang ditandatangani pada 16 Juli 1996.
Dalam kesepakatan dagang terbaru tersebut, Indonesia akan menghapus sekitar 99% hambatan tarif terhadap berbagai produk industri, pangan, dan pertanian asal AS. Sementara itu, AS akan menurunkan tarif resiprokal atas barang asal Indonesia menjadi 19%, sesuai Perintah Eksekutif 14257 (2 April 2025).
"AS juga dapat menurunkan tarif lebih lanjut untuk komoditas yang tidak tersedia atau tidak diproduksi di dalam negeri AS," jelas pernyataan tersebut.
Selain itu, kedua negara juga berupaya untuk menghapus persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bagi produk AS, mengakui standar kendaraan dan emisi AS, serta menerima sertifikat FDA dan izin pemasaran bagi alat kesehatan dan farmasi. Indonesia juga akan menghapus inspeksi pra‑pengapalan dan perizinan impor atas barang-barang AS.
Kemudian, semua produk pangan dan pertanian AS dibebaskan dari lisensi impor dan aturan keseimbangan komoditas. Indonesia akan mengakui indikasi geografis dan mengizinkan otorisasi pemasaran untuk daging, unggas, dan produk susu AS.
"Pemerintah Indonesia akan menghapus batasan ekspor mineral kritis dan komoditas industri ke AS," lanjutnya.
Gedung Putih juga mengumumkan rencana pembelian bersama antara perusahaan AS dan Indonesia meliputi pesawat senilai US$3,2 miliar; Produk pertanian seperti kedelai, bungkil, gandum, dan kapas senilai US$4,5 miliar; terakhir, produk energi (LPG, minyak mentah, bensin) senilai US$15 miliar.
Kemudian, AS dan Indonesia akan memperkuat ketahanan rantai pasokan dan inovasi, serta bekerja sama dalam pengawasan ekspor, keamanan investasi, dan penanganan penghindaran bea (duty evasion).
Selanjutnya, kedua negara akan menyepakati aturan asal barang (rules of origin) yang memudahkan pemanfaatan manfaat kesepakatan, dan memastikan dampak langsung bagi AS dan Indonesia.
Kemudian, Indonesia akan menjamin hak transfer data pribadi ke AS, menghapus tarif serta deklarasi impor untuk produk digital (unggahan, perangkat lunak), mendukung moratorium bea masuk elektronik WTO, dan menerapkan peraturan layanan berdasarkan standar WTO.
Indonesia juga akan bergabung dalam Global Forum on Steel Excess Capacity dan mengambil langkah untuk menangani kelebihan kapasitas baja global.
Indonesia juga berkomitmen untuk melarang impor barang hasil kerja paksa, merevisi undang‑undang agar menjamin kebebasan berserikat dan berunding, serta memperkuat penegakan hukum ketenagakerjaan.
Gedung Putih melanjutkan, Indonesia sepakat memberlakukan perlindungan lingkungan tinggi, meningkatkan tata kelola kehutanan, menghindari perdagangan kayu ilegal, menerapkan subsidi perikanan WTO, serta memberantas penangkapan dan perdagangan satwa liar ilegal.