Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut dua perusahaan migas global tertarik masuk ke Blok Tuna untuk menggantikan perusahaan pelat merah asal Rusia, Zarubezhneft.
Dua perusahaan tersebut adalah Petronas dari Malaysia dan Mudabala Energy dari Uni Emirat Arab.
“Ya, saya kira Petronas tertarik, Mubadala tertarik, ya kita lihat,” ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (4/9/2023).
Menurut Dwi, pengembangan Blok Tuna memang cukup menarik bagi investor lantaran didukung pasar dan kondisi alam yang baik.
Adapun, Zarubezhneft dipastikan mundur dari blok kaya gas di lepas pantai Natuna Timur itu seiring adanya sanksi dari negara-negara Barat yang menghambat keberlanjutan pengembangan proyek.
Zarubezhneft lewat anak usahanya, ZN Asia Ltd memegang 50 persen hak partisipasi Blok Tuna. BUMN Rusia itu bermitra dengan Premier Oil Tuna BV (Harbour Energy Group), perusahaan migas asal Inggris, yang bertindak sebagai operator dengan hak partisipasi 50 persen.
Baca Juga
Saat ini, lanjut Dwi, tengah dilakukan pembukaan data room bagi calon investor untuk proses divestasi hak partisipasi Zarubezhneft di Blok Tuna.
“Blok Tuna sekarang sedang data room untuk divestasinya ZN Rusia ya,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan, sanksi finansial yang dikenakan Inggris, Uni Eropa, dan Amerika Serikat sebagai tanggapan atas invasi Rusia di Ukraina, membuat Harbour tidak dapat melakukan transaksi maupun bermitra dengan perusahaan Rusia. Oleh karena itu, Zarubezhneft terpaksa harus mundur agar proyek dapat berjalan.
“Harbour punya call dalam hal ini untuk memilih [calon pengganti], tetapi Zarubezhneft yang bertransaksi untuk divestasinya begitu, kita doakan saja untuk segera selesai karena PoD-nya sudah ada tinggal dieksekusi saja,” kata Nanang di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Adapun, Blok Tuna diperkirakan memiliki potensi gas di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day(MMscfd).
Investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun.
Perkiraan biaya investasi untuk pengembangan Lapangan Tuna terdiri atas investasi (di luar sunk cost) sebesar US$1,05 miliar, investasi terkait biaya operasi sampai dengan economic limit sebesar US$2,02 miliar, dan biaya abandonment and site restoration (ASR) sebesar US$147,59 juta.