Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sepakat untuk menaikan kuota subsidi liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) dalam asumsi makro RAPBN 2024 sektor energi.
Kesepakatan itu tertuang dari hasil rapat kerja (raker) bersama dengan Komisi VII yang membidangi urusan energi, Kamis (31/8/2023).
Wakil Ketua Komisi VII Bambang Haryadi mengatakan, komisinya meminta Arifin untuk menaikkan asumsi kuota LPG 3 kg tahun depan sebanyak 470.000 ton, dari usulan awal pemerintah di level 8,03 juta ton. Bambang beralasan permintaan gas melon itu naik signifikan di tengah masyarakat pada tahun ini.
“Volume LPG 3 kilogram, nah di nota keuangan 8,03 juta ton kita sepakati semua fraksi 8,5 juta ton, setuju Pak Menteri? Setuju,” kata Bambang, dikutip Jumat (1/9/2023).
Persetujuan itu sekaligus membuat alokasi anggaran subsidi LPG 3 kilogram untuk tahun buku 2024 naik 6,25 persen dari kuota subsidi tahun anggaran 2023. Untuk tahun ini, pemerintah dan parlemen menetapkan kuota LPG 3 kg sebanyak 8 juta ton dengan anggaran penopang mencapai Rp117,85 triliun.
Adapun, untuk volume subsidi energi lainnya tidak terjadi perubahan yang terdiri atas kuota BBM bersubsidi sebesar 19,58 juta kiloliter (kl), berasal dari minyak tanah sebesar 0,58 juta kl dan minyak solar sebesar 19,00 juta kl. Selain itu, subsidi listrik disepakati tidak berubah dari usulan awal pemerintah Rp73,24 triliun.
Baca Juga
Sementara itu, Arifin mengatakan, kementeriannya bakal tetap melanjutkan pemberian subsidi seiring dengan upaya pembenahan penyaluran subsidi gas melon tersebut di tengah masyarakat saat ini.
Arifin menegaskan, pemerintah telah memulai pendataan dan verifikasi pembeli LPG 3 kilogram lewat pendataan kartu tanda penduduk atau KTP sejak awal tahun ini.
“Pelaksanaan transformasi subsidi LPG tabung 3 kg dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat," kata Arifin.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga memastikan bakal terjadi kelebihan konsumsi atau over kuota LPG 3 kg pada akhir 2023 sebesar 2,7 persen dari alokasi yang disiapkan pemerintah dan parlemen lewat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023.
Kelebihan proyeksi konsumsi gas melon itu disebabkan karena belum masifnya pendataan pembelian tabung gas subisidi itu di tengah masyarakat. Sementara itu, disparitas harga dengan LPG nonsubsidi makin lebar yang terlihat dari migrasi pembelian ke gas tabung subsidi yang terus meningkat setiap tahunnya.
“Tren penyaluran LPG penugasan ini year-to-date Mei 2023 meningkat 5 persen dibandingkan year to date Mei 2022, lebih besar 8,4 persen dibandingkan kuota year-to-date Mei 2023 ini sudah kita buat seasonability-nya,” kata Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Lewat pemetaan tengah tahun itu, Alfian memproyeksikan kuota yang bakal terserap tahun ini bakal melebar ke angka 8,22 juta ton atau lebih tinggi dari alokasi yang ditetapkan dalam APBN 2023 sebesar 8 juta ton. Artinya, masih terdapat potensi konsumsi yang belum diantisipasi dalam APBN 2023 sekitar 220.000 ton hingga akhir tahun nanti.
Berdasarkan rekapitulasi Pertamina Patra Niaga, realisasi penyaluran LPG 3 kg sudah mencapai 3,32 juta sepanjang Januari hingga Mei 2023, hitung-hitungan itu lebih tinggi 8,4 persen dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu di level 3,16 juta ton. Akan tetapi, realisasi sepanjang paruh pertama tahun ini sudah lebih tinggi 40 persen dari prognosa 2023.
Kendati demikian, Alfian menegaskan kelebihan konsumsi LPG 3 kg tahun ini tidak bakal berdampak pada kebutuhan anggaran subsidi anak usaha Pertamina tersebut. Seperti diketahui, realisasi belanja subsidi untuk gas melon hingga Mei 2023 baru mencapai Rp34,01 triliun (termasuk pajak). Artinya, masih terdapat sisa alokasi subsidi sebesar Rp85,45 triliun yang tercatat pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2023.