Bisnis.com, BANDUNG- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkap dampak fenomena El Nino atau musim kemarau panjang yang akan terjadi sepanjang 2023 tidak separah beberapa tahun lalu. Produksi bisa berjalan normal, meski panen terlambat.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono mengatakan berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) musim kemarau tahun ini tidak akan begitu parah jika dibandingkan dengan tahun 2015 dan 2019 lalu.
"Di tahun ini prediksinya tidak seperti tahun 2019 atau 2015 yang cukup panjang. Seharusnya, kalau ikuti prediksi BMKG, itu dampaknya tidak akan sedahsyat tahun 2015 dan 2019," kata Eddy dalam agenda Workshop Wartawan Gapki, Rabu (23/8/2203).
Pasalnya, pada tahun-tahun tersebut dampak El Nino terasa nyata ditandai dengan produksi kelapa sawit yang terhenti selama 2 tahun. Sementara itu, menurut Eddy, untuk tahun ini dampaknya seperti keterlambatan kematangan buah, karena minimnya curah hujan.
Kendati demikian, Gapki tengah berupaya bersama pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengimplementasikan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
"Tetapi, dampaknya itu akan di tahun depan, karena kita gak bisa memupuk tahun ini, paling tidak pemupukannya minimal 6 bulan," ujarnya.
Baca Juga
Di samping itu, Eddy menuturkan bahwa anggotanya telah memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) menjelang el nino untuk mencegah dampak di sekitar perkebunan sawit.
Sebelum musim kemarau panjang, pihaknya telah meminta para pemilik perkebunan untuk melalukan perawatan lebih awal, seperti pemupukan yang dilakukan dengan clear sebelum El Nino.
"Supaya begitu nanti terjadi gak bisa memupuk, jadi pada waktu setelah El Nino produksi tidak langsung terjun bebas," terangnya.
Lebih lanjut, Gapki juga melarang melakukan pemangkasan pelepah pada waktu menjelang kemarau. Beberapa SOP tersebut terus disosialisasikan agar tidak memicu dampak bahaya di kemudian hari.
Berdasarkan catatan Gapki, produksi minyak sawit indonesia sepanjang semester I/2023 sebesar 27,2 juta ton, meningkat dari produksi tahun sebelumnya pada periode yang sama sebesar 23,5 juta ton.