Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, berencana merger tiga maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), Citilink Indonesia, dan Pelita Air.
Menanggapi rencana tersebut, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), Irfan Setiaputra, mengatakan hingga saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif.
Oleh karena itu, Garuda Indonesia Group akan mendukung dan memandang positif upaya wacana merger tersebut yang tentunya akan dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang prudent.
Menurut Irfan, rencana pengembangan tersebut masih berada dalam tahap awal. Dia menjelaskan, Garuda Group dan pihak terkait lainnya tengah mengeksplorasi berbagai peluang sinergi bisnis secara mendalam yang dapat dihadirkan untuk bersama-sama dapat mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja.
“Pengembangan tersebut diharapkan sekaligus memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia guna membawa manfaat berkelanjutan bagi masyarakat,” kata Irfan melalui keterangan resminya, Selasa (22/8/2023).
Irfan melanjutkan, hal tersebut turut menjadi sinyal positif bagi upaya penguatan fundamental kinerja perusahaan, khususnya pascarestrukturisasi yang terus dioptimalkan melalui berbagai langkah akseleratif transformasi kinerja bersama pelaku industri aviasi Indonesia.
Baca Juga
Adapun, Garuda Group akan terus menyampaikan proyeksi dari proses merger ini secara berkelanjutan jika terdapat tindak lanjut penjajakan yang lebih spesifik atas realisasi rencana strategis tersebut.
Sementara itu, PT Pelita Air Service (PAS), anak usaha PT Pertamina (Persero) menyebut rencana merger dengan maskapai penerbangan milik Garuda Indonesia Group masih dikaji.
Direktur Utama Pelita Air, Dendy Kurniawan, membenarkan adanya rencana merger antara Garuda Indonesia (GIAA), Citilink Indonesia, dan Pelita Air. Meski demikian, Dendy enggan menyebutkan secara detail sejauh mana pembahasan merger tersebut telah berjalan.
Dendy juga enggan menyebutkan skema-skema merger yang dibahas untuk ketiga maskapai tersebut. Dia mengatakan konfirmasi tersebut dapat langsung ditanyakan pada Kementerian BUMN.
“Terkait merger saat ini masih dikaji, detailnya bisa ditanyakan langsung ke Kementerian BUMN,” kata Dendy saat dikonfirmasi pada Selasa (22/8/2023).
Alasan Merger 3 Maskapai
Sebelumnya, Erick Thohir menjelaskan, rencana ini merupakan salah satu upaya agar biaya logistik di Indonesia terus menurun sehingga semakin meringankan dunia bisnis. Dia mendorong efisiensi terus menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan milik negara.
Dia menjelaskan, Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.
Erick memaparkan, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik di AS. Pesawat-pesawat tersebut melayani sekitar 300 juta penduduk AS yang memiliki rerata Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai US$40.000.
Sementara itu, di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki PDB US$4.700. Hal tersebut berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat.
"Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat. Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick dalam acara Indonesia Cafetalk di Tokyo, Jepang, dikutip dari keterangan resmi pada Selasa (22/08/2023).
Untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat tersebut, Erick mengatakan tidak menutup kemungkinan adanya penggabungan Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air.
Dia menjelaskan, Kementerian BUMN terus berupaya menekan biaya logistik, salah satunya melalui upaya efisiensi dengan merger perusahaan-perusahaan. Erick mencontohkan merger yang dilakukan pada PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo dari sebelumnya memiliki 4 perusahaan menjadi 1.
Hal tersebut, lanjutnya, berdampak pada penurunan biaya logistik dari sebelumnya mencapai 23 persen, menjadi 11 persen.
"Kami juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ungkapnya.