Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bakal Dilebur dengan Garuda (GIAA), Begini Tanggapan Bos Pelita Air

Direktur Utama Pelita Air Dendy Kurniawan mengonfirmasi adanya rencana merger PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), Citilink Indonesia, dan Pelita Air.
Pelita Air menggunakan pesawat A320./ Dok. Istimewa
Pelita Air menggunakan pesawat A320./ Dok. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - PT Pelita Air Service (PAS), anak usaha PT Pertamina (Persero) menyebut rencana merger dengan maskapai penerbangan milik Garuda Indonesia Group masih dikaji. 

Direktur Utama Pelita Air Dendy Kurniawan membenarkan adanya rencana merger antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), Citilink Indonesia, dan Pelita Air. Meski demikian, Dendy enggan menyebutkan secara detail sejauh mana pembahasan merger tersebut telah berjalan.

Adapun, Dendy juga enggan menyebutkan skema-skema merger yang dibahas untuk ketiga maskapai tersebut. Dia mengatakan konfirmasi tersebut dapat langsung ditanyakan pada Kementerian BUMN.

“Terkait merger saat ini masih dikaji, detailnya bisa ditanyakan langsung ke Kementerian BUMN,” kata Dendy saat dikonfirmasi pada Selasa (22/8/2023).

Adapun, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana melakukan merger tiga maskapai penerbangan pelat merah, yakni Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, dan Pelita Air.   

Erick menjelaskan, rencana ini merupakan salah satu upaya agar biaya logistik di Indonesia terus menurun sehingga semakin meringankan dunia bisnis. Dia mendorong efisiensi terus menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan milik negara.  

Dia menjelaskan, Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia. 

Erick memaparkan, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik di AS. Pesawat-pesawat tersebut melayani sekitar 300 juta penduduk AS yang memiliki rerata pendapatan domestik bruto (PDB) mencapai US$40.000. 

Sementara itu, di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki PDB US$4.700. Hal tersebut berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat.  

"Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat. Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick

Secara terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan, hingga saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif. Oleh karena itu, Garuda Indonesia Group akan mendukung dan memandang positif upaya wacana merger tersebut yang tentunya akan dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang prudent.

Dia menuturkan, rencana pengembangan tersebut masih berada dalam tahap awal. Dia menjelaskan Garuda Group dan pihak terkait lainnya tengah mengeksplorasi berbagai peluang sinergi bisnis secara mendalam yang dapat dihadirkan untuk bersama-sama dapat mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja.

“Pengembangan tersebut diharapkan sekaligus memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia guna membawa manfaat berkelanjutan bagi masyarakat,” kata Irfan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper