Bisnis.com, JAKARTA - Polemik utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng pemerintah kepada pengusaha ritel masih belum menemui titik terang.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan bahwa Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) pun sampai harus turun tangan terlibat mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menyelesaikan persoalan rafaksi tersebut.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan mereka pada awalnya dihubungi oleh Kemenkopolhukam untuk dimintai keterangan ihwal persoalan rafaksi minyak goreng.
"Ditelepon Aprindo [oleh Kemenkopolhukam]. Saya datang ke kantor Kemenkopolhukam, saya jelaskan dan saya ceritakan," ujar Roy dalam konferensi pers, Jumat (18/8/2023).
Kemudian, Roy melanjutkan, saat itu sekitar akhir Juni 2023, kementerian yang dipimpin Mahfud MD itu berupaya mengumpulkan seluruh pihak yang terlibat dalam persoalan tersebut. Mulai dari Aprindo, Produsen, KSP, Kemendag, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan BPKP.
"Tetapi sayangnya, Kemendag tidak ada yang muncul satupun saat audiensi di kantor Kemenkopolhukam," kata Roy.
Baca Juga
Menurut Roy, Kemenkopolhukam kemudian menjadwalkan ulang pertemuan tersebut tanpa melibatkan pengusaha ritel. Di pertemuan kedua itu, kata Roy, pihak Kemendag baru muncul.
"Kita dapat info memang datang Kemendagnya, Pak Dirjen [Isy Karim]. Singkat cerita katanya ada harapan, bahwa akan disampaikan ke pimpinan paling tinggi di Kemendag [Zulkifli Hasan]," ungkap Roy.
Dalam pertemuan kedua itu, BPKP disebut juga meminta waktu kepada Kemenkopolhukam untuk menguatkan pandangan hukum yang telah dikeluarkan Kejagung.
Adapun pada akhirnya, BPKP ikut mengeluarkan pandangan hukum bahwa data Sucofindo layak dan sesuai hingga tak perlu diaudit ulang.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Kemendag telah meminta Kejagung untuk membuat pandangan hukum terkait pembayaran utang rafaksi minyak goreng. Musababnya, Kemendag berdalih kebijakan rafaksi yakni Permendag No.3/2020 sudah tidak berlaku lagi sehingga pembayaran utang belum bisa dilakukan.
Belum puas dengan pandangan hukum Kejagung yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban membayar utang rafaksi tersebut, Kemendag kemudian meminta BPKP melakukan audit ulang hasil verifikasi Sucofindo.
Kemendag beralasan adanya perbedaan nilai tagihan rafaksi antara verifikasi Sucofindo sebesar Rp474,8 miliar, sementara klaim rafaksi yang diajukan 54 pelaku usaha [produsen dan distributor] senilai Rp812,72 miliar. Di sisi lain, tagihan rafaksi yang diklaim oleh 31 perusahaan ritel di bawah Aprindo hanya sebesar Rp344 miliar.
"Terakhir kami dengar diharapkan Kemendag menyurati Kemenkopolhukam supaya difasilitasi urusan rafaksi. Nah mungkin surat itu belum diberikan oleh Pak Mendag [Zulkifli Hasan]. Dan satu kata, kami ingin sampaikan bahwa [pembayaran utang rafaksi] belum pasti," ucap Roy.