Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi Wajib Genjot Penguasaan Negara Atas Nikel hingga Gas Alam

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan Presiden Jokowi untuk menggenjot penguasaan negara atas mineral logam seperti nikel hingga gas alam.
Layar menampilkan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Bambang Soesatyo menyampaikan pidato saat acara Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD di Jakarta, Senin (16/8/2021). Bisnis/Abdurachman
Layar menampilkan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Bambang Soesatyo menyampaikan pidato saat acara Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD di Jakarta, Senin (16/8/2021). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal penguasaan negara atas kekayaan alam, seperti mineral logam.

Bamsoet mengatakan sumber daya alam (SDA), khususnya mineral logam seperti nikel, batu bara, emas, tembaga hingga gas alam belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat.

“Ada warga negara yang belum sepenuhnya menikmati kekayaan alam tersebut,” kata Bamsoet saat menyampaikan Pidato Pengantar Sidang Tahunan MPR RI di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Bamsoet meminta Jokowi dan pemerintahan selanjutnya untuk meningkatkan penguasaan negara atas kekayaan alam strategis tersebut.

Dengan demikian, dia mengatakan, pemanfaatan sumber daya alam itu dapat sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat.

“Upaya ini perlu terus menerus ditingkatkan dengan memastikan penguasaan negara atas kekayaan alam,” kata dia.

Berdasarkan data Kemenperin, saat ini tercatat sebanyak 34 smelter telah beroperasi dan 17 smelter dalam tahap konstruksi. Selama masa konstruksi, smelter telah menyerap produk lokal dan mempekerjakan sekitar 120.000 orang. 

Adapun, nilai investasi pada sejumlah smelter seperti pyrometalurgi senilai US$11 miliar atau Rp165 triliun hingga tiga smelter hydrometalurgi senilai US$2,8 miliar atau Rp40 triliun yang akan memproduksi mixed hydro precipitate (MHP) sebagai bahan baku baterai.  

Sebelumnya, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengatakan pemerintah seharusnya menggalakkan kebijakan industrialisasi yang menurutnya bisa lebih mendorong penciptaan rantai bisnis terstruktur. 

“Sayangnya tidak ada yang namanya strategi industrialisasi, yang ada kebijakan hilirisasi,” katanya dalam diskusi Kajian Tengah Tahun Indef, Selasa (8/8/2023).

Dia menjelaskan pentingnya strategi agar tidak hanya meningkatkan nilai tambah, kebijakan industrialisasi juga akan mendorong struktur industri dan ekonomi Indonesia menjadi lebih kuat.

Realitas yang terjadi saat ini, kata Faisal, program hilirisasi pemerintah lebih banyak dinikmati China ketimbang Indonesia sendiri. 

Indonesia baru sebatas memproses bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel. Sementara itu, 99 persen dari NPI ini diekspor ke China. Dengan demikian, menurutnya kebijakan tersebut lebih mendukung pengembangan industri di China. 

“Sungguh dari hilirisasi kita tidak dapat banyak, maksimum 10 persen, 90 persennya lari ke China,” tutur Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper