Dengan perincian, besaran tarif sebesar Rp5.000 untuk 1 kilometer (km) pertama dan Rp700 setiap kilometer berikutnya.
Dengan asumsi harga tersebut, Bisnis.com mencoba untuk menghitung risiko timbulnya kerugian (potential loss) dari tertundanya operasional LRT selama dua tahun diperkirakan tembus Rp730 miliar hingga Rp3,5 triliun dengan perkiraan penumpang rata-rata sebanyak 200.000 orang per hari.
Kendati demikian, pemerhati perkeretapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menilai bahwa mundurnya masa operasional LRT tersebut dipandang tidak berpengaruh besar dalam memangkas risiko keuntungan yang akan diraih.
"Untuk LRT Jabodebek, dengan mundurnya masa operasional, saya rasa risiko keuntungan tidak berkurang, hanya saja memang terjadi kehilangan peluang mencetak pendapatan dan berpotensi makin tingginya biaya tetap (fixed cost) nya," jelasnya, Jumat (4/8/2023).
Namun demikian, Aditya menambahkan, memang perlu ada upaya optimal yang harus dilakukan untuk tetap memacu raihan pendapatan LRT.
Dia juga berpandangan, apabila raihan volume pengguna LRT Jabodebek dapat mencapai 200.000 penumpang per hari dalam 3 tahun pertama operasinya, maka hal itu akan membantu raihan pendapatan LRT.
Baca Juga
"Terlebih bila bisa memanfaatkan pendapatan dari luar tiket penumpang [non farebox revenue] seperti dari periklanan dan hak penamaan stasiun [naming rights] serta penyewaan ruang meski terbatas," pungkasnya.