Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan program mandatori biodiesel B40 atau bauran Solar dengan 40 persen bahan bakar nabati berbasis minyak sawit, diterapkan efektif pada 2030 mendatang.
Saat ini, otoritas energi dan sumber daya mineral tengah menjajaki studi pengguna Solar campuran sawit itu pada moda transportasi dan industri yang lebih luas selepas peningkatan bauran menjadi 35 persen (B35) awal tahun ini.
Lewat tengah tahun ini, Kementerian ESDM mulai melakukan uji terap B40 pada sektor alat berat, kapal laut, alat dan mesin pertanian, serta kereta api. Selain itu, kesiapan produsen, insentif, dan pasokan bahan baku minyak sawit mentah turut menjadi pertimbangan.
“Indonesia telah menerapkan B35 dan akan ditingkatkan menjadi B40 pada 2030 mendatang dan E50 [bioetanol] pada 2050,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi saat membuka ASEAN Renewable Energy International Seminar di Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Yudo mengatakan, target penerapan B40 bakal meningkatkan peran strategis Indonesia sebagai salah satu penyumbang bahan bakar nabati atau biofuel terbesar di kawasan Asia Tenggara (Asean).
Berdasarkan data milik BP Statistical Review of World Energy 2022 lalu, negara-negara Asia Tenggara berkontribusi signifikan pada rantai pasok biofuel global saat ini. BP mencatat Indonesia telah berhasil memproduksi 174.000 boepd biofuel, menjadi negara produsen ketiga terbesar setelah Amerika Serikat dan Brasil. Sementara itu, Thailand hanya mampu memproduksi biofuel di level 52.000 boepd.
Baca Juga
“Keberhasilan dari program biodiesel di Indonesia disokong oleh feedstock yang cukup, insentif, kualitas tinggi serta serangkaian tes komprehensif sebelum implementasi untuk penerimaan masyarakat,” kata dia.
Hingga paruh pertama 2023, realisasi penyaluran biodiesel B35 sudah mencapai 5,6 juta kiloliter (kl) per 6 Juli 2023.
Realisasi penyaluran bauran Solar itu hingga pertengahan tahun ini telah mencapai 42,58 persen dari alokasi biodiesel program mandatori B35 yang dipatok di angka 13,15 juta kl. Adapun, alokasi biodiesel tahun ini naik 19 persen jika dibandingkan dengan kuota 2022 di level 11,02 juta kl.
“Pada 2022, realisasi penyaluran biodiesel mencapai 10,5 kl yang berkontribusi sebesar 35 persen dari total bauran energi baru terbarukan sekaligus 12,3 persen dari bauran energi nasional, hal ini menunjukan betapa pentingnya biodiesel,” kata dia.
Sebelumnya, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) memastikan mampu mencukupi kebutuhan biodiesel sebesar 13,15 juta kiloliter (kl) untuk implementasi program mandatori campuran biodiesel ke minyak Solar 35 persen atau B35 pada 2023.
Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan, kebutuhan biodiesel tersebut akan tercukupi karena kapasitas produksi biodiesel oleh industri saat ini sudah mencapai 17,5 juta kiloliter. Kapasitas produksi itu ke depannya akan terus bertambah.
“Produksi kita 17,5 juta kl dan alokasi 13 juta kl. Jadi 75 persen dari kapasitas produksi. Teorinya cukup. Tapi kapasitas sebanyak ini sudah 17 tahun kita tingkatkan. Tahun 2023, 2024 akan bertambah terus kapasitas volumenya,” ujar Paulus dalam diskusi Implementasi B35 di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Selasa (31/1/2022).
Dia mengatakan, pihaknya sudah menjalankan produksi biodiesel sejak 17 tahun lalu. Meski begitu, dia mengungkapkan, terdapat banyak tantangan dalam pengimplementasiannya. Misalnya, kata dia, saat ini dalam pencampuran fatty acid methyl ester (FAME) atau biodiesel dengan solar masih dilaksanakan di kapal-kapal.
“Secara rutin mengevaluasi dan mencari jalan agar bisa efektif dan efisien. Misalnya, kita berencana menggunakan tangki di darat jadi tidak terapung. Lalu, pengiriman dari industri sampai ke tujuan, itu tidak mudah. Angkutan ini lama waktunya. Kemungkinan terjadinya penguapan air sangat besar,” ungkap Paulus.