Bisnis.com, JAKARTA – Aktivitas manufaktur China kembali ke zona kontraksi pada Juli 2023. Hal ini tercermin dari indeks manajer pembelian (purchasing managers index/PMI) manufaktur negara itu yang turun ke 49,2, dari 50,5 pada bulan sebelumnya, berdasarkan Survei Caixin.
Level PMI di bawah 50 menandakan aktivitas sedang terkontraksi. Angka ini sejalan dengan data PMI Manufaktur resmi pemerintah China yang mencapai 49,3.
Perusahaan-perusahaan mengindikasikan penurunan produksi tipis di tengah penurunan keseluruhan bisnis baru. Pelemahan ini juga dipicu oleh permintaan luar negeri yang lemah.
Kondisi pasar yang lemah tersebut mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengurangi aktivitas pembelian dan memangkas sedikit jumlah karyawan.
Pada saat yang sama, tekanan dari sisi biaya terus turun, terutama disebabkan oleh harga input yang turun selama empat bulan berturut-turut, sehingga mendukung penurunan biaya penjualan lebih lanjut.
Perusahaan-perusahaan di negara itu sering mengatakan bahwa kondisi pasar yang relatif lesu baik di dalam maupun di luar negeri telah berdampak pada permintaan konsumen.
Baca Juga
Kondisi permintaan yang lebih lemah memicu produsen memangkas produksi untuk pertama kalinya sejak Januari, meskipun sedikit.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan secara umum optimistis produksi akan meningkat pada tahun depan. Namun, tingkat optimisme ini secara keseluruhan masih tetap rendah secara historis, karena kekhawatiran terhadap kondisi pasar domestik dan luar negeri yang lesu.
Menanggapi data tersebut, Ekonom Senior Caixin Insight Group Wang Zhe mengatakan bahwa PMI manufaktur China yang berada pada level 49,2 mengindikasikan bahwa sektor ini melemah.
Dia mengatakan, baik dari sisi pasokan maupun permintaan manufaktur, mengalami pelemahan. Data total pesanan baru dan output pada Juli 2023 merupakan yang terendah sejak Desember dan Januari.
“Khususnya, pesanan ekspor baru turun tajam pada Juli, karena risiko resesi di luar negeri meningkat dan permintaan eksternal China jelas tidak mencukupi. Indeks pesanan ekspor baru mencapai titik terendah sejak September,” katanya, dikutip Selasa (1/8/2023).
Dia menyampaikan, pemulihan ekonomi China pada kuartal pertama melampaui ekspektasi, namun momentumnya melemah pada kuartal kedua.
Dia menilai, meskipun data produksi industri dan investasi pada Juni menunjukkan beberapa tanda pemulihan, tapi pertumbuhan ekonomi makro tetap lambat dan tekanan penurunan yang cukup besar pada ekonomi masih berlanjut.
Adapun, pertemuan Politbiro pada Juli menyoroti bahwa ekonomi China saat ini menghadapi kesulitan dan tantangan baru, di tengah lingkungan eksternal yang sangat kompleks dan berat.
Pertemuan tersebut menekankan perlunya upaya untuk memperluas permintaan domestik secara aktif dan menjadikan konsumsi sebagai pendorong utama dalam pertumbuhan ekonomi.
“Dalam hal kebijakan, menjamin lapangan kerja, menstabilkan ekspektasi dan meningkatkan pendapatan rumah tangga masih harus menjadi prioritas utama. Saat ini, kebijakan moneter hanya memiliki efek terbatas dalam meningkatkan penawaran. Kebijakan fiskal ekspansif yang menargetkan permintaan harus diprioritaskan,” katanya.