Bisnis.com, JAKARTA – Kepala daerah diharapkan mengalokasikan Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan sawit untuk pemberdayaan petani dan percepatan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Aturan DBH disahkan Presiden Joko Widodo pada 24 Juli lalu.
Sekretaris Jendral (Sekjen) Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan alokasi DBH harus berdasarkan Rencana Aksi Daerah, dan pemerintah daerah harus menentukan skala prioritas pekerjaan.
“Pemda harus menentukan skala prioritas. Kami berharap kepala daerah yang akan menerima DBH mengalokasikan untuk pemberdayaan petani dan dukung percepatan ISPO,” kata Darto melalui keterangan resmi, Kamis (27/6/2023).
Sesuai dengan peruntukkannya, DBH bertujuan mengurangi ketimpangan fiskal antara daerah penghasil dan nonpenghasil sawit guna menanggulangi dampak negatif dari aktivitas perkebunan sehingga meningkatkan pemerataan.
Mengacu kepada PP No. 38/2023 tentang Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit, provinsi yang bersangkutan mendapat bagian sebesar 29 persen, kabupaten/kota penghasil 60 persen, dan kabupaten/kota yang berbatasan langsun dengan daerah penghasil 20 persen.
Selain itu, penentuan besaran rincian alokasi DBH sawit tersebut mempertimbangkan pula indikator lain seperti luas perkebunan serta produktivitas lahan.
Baca Juga
Adapun, DBH perkebunan sawit tersebut juga dapat digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan.
DBH bersumber dari beberapa pos. Pertama, penerimaan negara atas bea keluar yang dikenakan atas kelapa sawit, minyak kelapa sawit mentah, dan/atau produk turunannya berdasarkan besaran tarif bea keluar.
Kedua, pungutan ekspor yang dikenakan atas kelapa sawit, minyak kelapa sawit mentah, dan/atau produk turunannya berdasarkan penetapan besaran tarif pungutan ekspor.