Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan India melarang ekspor beras putih nonbasmati akan mendorong para pedagang untuk membatalkan kontrak dalam menjual sekitar 2 juta metrik ton beras di pasar dunia.
Melansir dari Reuters, Minggu (23/7/2023), India yang menyumbang 40 persen dari ekspor beras dunia, telah resmi menghentikan ekspor beras kategori terbesarnya sebagai upaya untuk meredakan kenaikan harga-harga domestik yang naik ke level tertinggi karena cuaca yang tidak menentu mengancam produksi.
Seorang pedagang yang berbasis di Mumbai dan bekerja di sebuah perusahaan perdagangan global, pihaknya mengantisipasi bahwa pemerintah akan memberlakukan pembatasan ekspor beras, para pedagang telah mendapatkan letter of credit (LC), atau jaminan pembayaran, selama beberapa hari terakhir.
"Namun, para pedagang tidak menyangka bahwa pemerintah akan memberlakukan pembatasan secepat ini. Mereka mengharapkan pembatasan ini mulai berlaku pada bulan Agustus atau September. Akibatnya, para pedagang ini tidak punya pilihan selain menggunakan klausul force majeure untuk membatalkan kontrak," katanya.
Force majeure mengacu pada keadaan eksternal yang tidak terduga yang mencegah salah satu pihak dalam kontrak untuk memenuhi kewajibannya.
Empat dealer mengkonfirmasi bahwa kontrak-kontrak ekspor sekitar 2 juta metrik ton beras, senilai US$1 miliar, terancam dibatalkan.
Baca Juga
Pada hari Kamis, pemerintah mengatakan bahwa larangan ini akan berlaku mulai 20 Juli, dan hanya kapal-kapal yang sedang melakukan pemuatan yang diizinkan untuk mengekspor, bukan pengiriman di masa depan yang didukung oleh LC.
Saat ini, sekitar 200.000 ton beras yang menjadi makanan pokok bagi lebih dari 3 miliar orang tersebut, dalam proses pemuatan di berbagai pelabuhan di India. Jumlah tersebut masih diizinkan keluar dari Negeri para dewa tersebut.
"Para pedagang biasanya menandatangani kontrak terlebih dahulu, jadi kontrak yang ditandatangani untuk beberapa bulan ke depan tidak dapat dieksekusi sekarang," ujar Nitin Gupta, wakil presiden senior Olam Agri India Ltd.
Gupta menyampaikan bahwa sebelum adanya larangan ekspor, India biasanya menjual sekitar 500.000 ton beras putih non-basmati setiap bulannya.
Presiden Asosiasi Eksportir Beras di India, B.V. Krishna Rao, meminta pemerintah India untuk mengizinkan para eksportir yang sudah memiliki LC yang sah untuk mengirimkan kargo.
Beberapa eksportir membeli beras dari penggilingan dengan harga yang lebih tinggi karena para pembeli global, yang terburu-buru untuk mengamankan pasokan, bersedia membayar lebih mahal.
Sekarang, harga cenderung turun, dan para pedagang kemungkinan besar akan mengalami kerugian, ujar seorang pedagang yang berbasis di New Delhi yang bekerja di sebuah perusahaan perdagangan global.
Para pedagang mengatakan bahwa sementara harga global akan naik karena larangan ekspor India, harga lokal kemungkinan akan turun.
Pembeli utama beras non-basmati India termasuk Benin, Senegal, Pantai Gading, Togo, Guinea, Bangladesh, dan Nepal.
Dari dalam negeri, Indonesia sendiri menjadikan India sebagai salah satu sumber beras dalam mengamankan pasokan.