Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Harga Telur & Daging Ayam Tak Dapat Dihindari, Ini Penyebabnya

Kepada Bapanas Arief Prasetyo Adi menyebut fluktuasi harga telur dan daging ayam sedang dalam proses menuju kesetimbangan baru.
Pedagang menunjukkan telur di Jakarta, Minggu (31/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pedagang menunjukkan telur di Jakarta, Minggu (31/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Fluktuasi harga telur dan daging ayam di pasar rakyat disebut sedang dalam proses menuju kesetimbangan baru.

Kepada Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyampaikan, kenaikan harga telur dan daging ayam tak bisa dihindari, mengingat adanya kenaikan biaya pokok produksi yang membebani produsen. Kondisi ini juga terjadi di seluruh dunia.

“Jadi kenaikan harga yang ada di lapangan saat ini sedang membentuk kesetimbangan baru di mana harga telur dan ayam broiler tidak terlepas dari struktur biaya yang membentuk harga di tingkat hilir,” kata Arief dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (22/7/2023).

Dia menuturkan, kenaikan harga bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Misalnya, dengan naiknya harga day old chicks (DOC) yang sebelumnya Rp5.000 menjadi Rp8.000 per ekor. Lalu, harga jagung yang dulunya dipatok Rp3.150 per kg menjadi Rp5.000 per kg, bahkan sempat menyentuh Rp6.000 per kg.

Melihat kondisi ini, kata Arief, maka perlu menjaga kewajaran harga di tiga lini, yaitu tingkat produsen, pedagang, dan konsumen, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Bapanas telah menerbitkan aturan terkait kenaikan harga acuan untuk mengatasi disparitas harga produksi dan harga jual ayam di pasaran. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Bapanas (Perbadan) No.5/2022 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Konsumen Komoditas Jagung, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras.

Arief mengungkapkan, peternak ayam dan ayam petelur mengalami kerugian, bahkan tutup pada Januari 2023. Biaya produksi dan harga jual tidak sesuai menjadi pemicu para peternak gulung tikar.

Kondisi tersebut, lanjut Arief, perlu diurai satu persatu, dengan mendukung para peternak ayam dan ayam petelur agar mendapatkan harga yang baik sembari mengontrol harga di tingkat konsumen.

Dengan begitu, para peternak tidak berhenti berproduksi dan kebutuhan ayam dan telur di tingkat konsumen dapat terpenuhi. 

Dalam rangka menjaga keseimbangan harga tersebut, Bapanas melakukan sejumlah langkah strategis dan menyeluruh dari aspek hulu hingga hilir, di antaranya dengan mendorong stabilitas pasokan melalui fasilitasi distribusi pangan (FDP) jagung pakan dari daerah surplus di wilayah Sumbawa dan Dompu, Nusa Tenggara Barat ke daerah sentra peternak di Blitar dan Kendal. 

“Dengan intervensi pemerintah yang menekan harga distribusi jagung pakan tersebut, dapat menekan harga telur dan daging ayam di tingkat hilir,” ujarnya.

Pada saat yang bersamaan, pemerintah melalui penugasan kepada BUMN pangan ID FOOD menggelontorkan bantuan pangan berupa telur ayam dan daging ayam kepada 1,4 juta keluarga risiko stunting (KRS) tiga kali di tujuh provinsi sesuai data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Selain memenuhi kebutuhan gizi dan mendukung penurunan stunting, bantuan pangan ini bertujuan agar produk peternak terserap dengan baik. 

Bapanas melaporkan hingga saat ini, bantuan tersebut telah terealisasi 98 persen untuk tahap pertama, sedangkan tahap kedua dan ketiga dalam proses pendistribusian. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper