Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistis (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$3,45 miliar pada Juni 2023. Surplus tersebut meningkat jika dibandingkan dengan capaian surplus pada bulan sebelumnya yang hanya mencapai US$440 juta.
Sepanjang semester I/2023, total surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$19,93 miliar. Meski tetap tinggi, surplus pada periode tersebut lebih rendah US$5,06 miliar atau 20,24 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan surplus neraca transaksi berjalan akan menyempit menjadi 0,1 persen dari PDB pada kuartal kedua 2023.
Perkiraan ini sejalan dengan data neraca perdagangan yang mencatatkan surplus sebesar US$7,8 miliar pada kuartal II/2023.
“Kami memperkirakan adanya penyempitan surplus neraca transaksi berjalan menjadi 0,1 persen PDB pada kuartal II/2023, dibandingkan dengan 1,1 persen PDB pada periode yang sama tahun lalu,” katanya, Senin (17/7/2023).
Faiz juga memperkirakan adanya potensi pembalikan arah pada neraca transaksi berjalan, bergeser dari surplus menjadi defisit pada kuartal berikutnya.
Baca Juga
Defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2023 menurutnya terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas ekspor yang berkelanjutan dan peningkatan impor yang didorong oleh pemilihan umum yang akan datang serta pemulihan permintaan domestik.
“Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, kami perkirakan defisit transaksi berjalan mencapai 0,4 persen dari PDB untuk tahun ini,” katanya.
Pada Juni 2023, BPS mencatat ekspor Indonesia mengalami kontraksi sebesar 21,2 persen secara tahunan menjadi sebesar US$ 21 miliar. Penurunan ini, kata Faiz, menunjukkan penurunan yang signifikan dari pertumbuhan 1,0 persen secara tahunan pada sebelumnya.
Faktor utama penyebab penurunan ekspor adalah kontraksi ekspor batu bara sebesar 42 persen dan CPO 18 persen secara tahunan, serta harga komoditas yang lebih rendah.
Sejalan dengan itu, impor mengalami kontraksi sebesar 18,4 persen pada Juni 2023, setelah kenaikan yang tinggi sebesar 14,4 persen secara tahunan bulan sebelumnya.
Impor yang lebih rendah terutama disebabkan oleh penurunan impor bahan baku sebesar 23,8 persen dan barang konsumsi 6,6 persen secara tahunan. Di sisi lain, pertumbuhan impor barang modal tetap positif sebesar 4,1 persen secara tahunan.