Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom memproyeksikan kinerja ekspor impor pada Juni 2023 akan menurun bahkan anjlok secara year-on-year (yoy), tetapi masih akan surplus untuk ke-38 kalinya sejak Mei 2020.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan kinerja ekspor akan mencatatkan penurunan sebesar 20,52 persen (yoy). Hal tersebut diiringi dengan impor yang akan terkontraksi sebesar 6,69 persen.
“Selain penurunan harga komoditas ekspor, volume ekspor pun diperkirakan melambat terindikasi dari penurunan aktivitas manufaktur dari mitra dagang utama Indonesia seperti Eropa, Amerika Serikat [AS], China, Jepang, India, dan Korea,” katanya, Minggu (16/7/2023).
Pasalnya, Josua menyoroti adanya penurunan harga komoditas ekspor unggulan seperti minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar 12,5 persen dan batu bara 13,1 persen secara bulanan.
Di sisi lain, seiring dengan berakhirnya masa Hari Besar Keagamaan Nasional atau HBKN Idulfitri dan Iduladha, kegiatan impor ternormalisasi.
Senada dengan Josua, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman turut memproyeksikan anjloknya ekspor impor pada Juni 2023 yang masing-masing sebesar 22,36 persen dan 9,67 persen (yoy) akibat penurunan harga komoditas.
Terlebih, penurunan semakin dalam akibat high base effect pada Mei 2023, seiring dengan tingginya permintaan pada HBKN tersebut.
Josua dan Faisal sepakat pada Juni 2023 surplus akan lebih tinggi dari bulan sebelumnya atau Mei 2023. Josua melihat dengan kinerja tersebut, surplus akan menyentur US$1,18 miliar, sementara Faisal memproyeksikan surplus yang lebih tinggi, yaitu sebesar US$1,33 miliar.
Kedua proyeksi tersebut lebih tinggi dari capaian surplus pada Mei 2023 yang hanya US$440 juta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia pada Mei 2023 mencapai US$21,72 miliar atau naik tipis sebesar 0,96 persen (yoy). Sementara impor melesat 14,35 persen dengan nilai US$21,28 miliar.
Adapun BPS akan mengumumkan kinerja ekspor impor pada hari ini, Senin (17/7/2023) pukul 11.00 WIB.