Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Sawit Diyakini Masih Prospektif di Tengah Ancaman El Nino

UOB menilai bisnis sawit masih memiliki prospek cerah di tengah risiko El Nino.
Perkebunan Sawit. /Bisnis.com
Perkebunan Sawit. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Sektor kelapa sawit dinilai masih memiliki prospek bisnis di tengah risiko El Nino, yang diprediksi terjadi pada akhir 2023.

Direktur Eksekutif Koordinator ESG PT Bank UOB Indonesia Susanto Lukman menuturkan fenomena El Nino memang beresiko menyebabkan penurunan suplai crude palm oil (CPO). Namun, di sisi lain juga berpotensi mengkerek harga CPO lebih tinggi.

Riset UOB memperkirakan harga CPO pada tahun ini akan tembus RM4.000 per ton. "Kelihatannya outlook dari sisi harga bisa lebih bagus," ujar Susanto dalam diskusi bertajuk "Climate Journey: Steering Change in the Palm Oil Sector in Asia" di Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Musababnya, fenomena El Nino tidak hanya berdampak pada produksi kelapa sawit, tetapi juga berbagai komoditas lainnya juga beresiko hal yang sama. Misalnya saja, tanaman penghasil edible oil lainnya, seperti kedelai. Berkurangnya produksi bahan baku edible oil lainnya berpotensi menjadikan minyak sawit sebagai substitusi.

"Kalau soybean terganggu produksinya artinya market edible oil akan terganggu, otomatis harga sawit itu akan terkerek," jelas Susanto.

Sementara di Indonesia, efek El Nino terhadap kelapa sawit cenderung tidak akan seragam. Susanto menyebutkan besar atau kecilnya dampak El Nino seperti kekeringan bergantung pada lokasi kebun sawit.

Di sisi lain, titik-titik panas sebagai pertanda El Nino disebut belum terlihat jelas di Indonesia. Sejumlah wilayah diketahui masih memiliki curah hujan yang cukup.

"Kalau kebun [sawit] berada di titik yang terpengaruh El Nino paling besar mungkin secara output produksinya akan berkurang," tuturnya.

Lebih lanjut, Susanto berujar bahwa sebagai upaya menjaga keberlangsungan bisnis sawit di tengah ancaman iklim, penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam industri sawit menjadi krusial.  

Dia menyebut bahwa UOB telah menerapkan sertifikasi sawit keberlanjutan sebagai syarat pendanaan kepada para klien di sektor tersebut.

Adapun sertifikasi minimum yang wajib dimiliki perusahaan yang menjadi debitur yakni Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).  Menurut Susanto, syarat tersebut dibuat lebih fleksibel, mengikuti standar sertifikasi yang berlaku secara nasional di mana kebun sawit tersebut beroperasi.

"Kalau mereka punya sertifikat internasional seperti RSPO ataupun ISCC itu lebih bagus, jadi market yang mereka garap bisa lebih luas dan bisnis mereka bisa lebih bagus," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper