Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Delly Ferdian

Peneliti Yayasan Madani Berkelanjutan

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Ekonomi Sampah Plastik

Tidak dapat dimungkiri, kantong plastik menambah satu dari jutaan persoalan polusi sampah plastik yang makin hari makin mengkhawatirkan.
Ilustrasi sampah dari kemasan plastik/ Freepik
Ilustrasi sampah dari kemasan plastik/ Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Tidak dapat dimungkiri, benda ini amat murah, praktis, dan bisa digunakan untuk banyak hal. Ya, kedatangan kantong plastik merupakan sebuah terobosan teknologi dari revolusi industri yang membuat aktivitas manusia makin tertolong.

Tapi sayang, terobosan masa lalu ini tidak bisa lagi menjadi tumpuan. Meskipun harganya begitu bersahabat, tapi penggunaannya yang masif malah mengundang petaka. Sebut saja, jika benda ini sudah ada sejak 1933 (tahun pertama plastik digunakan), maka kantong plastik tertua di dunia mungkin saja masih ada jejaknya di bumi ini karena butuh lebih dari 500 tahun untuk terurai secara alami.

Lantaran hal ini, pada 3 Juli tiap tahunnya dunia memperingati hari kampanye bebas kantong plastik demi membebaskan ketergantungan akan kantong plastik yang sudah mengakar di tengah masyarakat.

Tidak dapat dimungkiri, kantong plastik menambah satu dari jutaan persoalan polusi sampah plastik yang makin hari makin mengkhawatirkan. Pada 2010 saja, Jenna R. Jambeck dari University of Georgia pernah mengungkap bahwa ada sekitar 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8 juta-12,7 juta ton di antaranya terbuang dan mencemari laut.

Terkait pencemaran polusi sampah plastik ini, Indonesia sendiri menjadi salah satu negara penghasil sampah plastik laut kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok. Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) serta Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa secara keseluruhan negara ini menghasilkan 64 juta ton sampah plastik per tahun. Dari total jumlah total ini, 3,2 juta ton sampah plastik nyasar ke laut. Sampai saat ini, tercatat Indonesia menyumbang 187,2 juta ton sampah plastik di laut, sementara itu, Tiongkok menyumbang 262,9 juta ton sampah plastik di laut.

Untuk mengatasi permasalahan ini, setiap individu harus turun tangan. Kesadaran kolektif yang berujung pada perubahan gaya hidup yang minim dengan penggunaan kantong plastik atau plastik sekali pakai lainnya, menjadi keniscayaan.

Kendati begitu akrab dengan sampah plastik, pada kenyataannya, tidak banyak orang yang paham cara untuk bersahabat dengan sampah ini. Banyak orang hanya tahu bahwa plastik yang tidak dipakai harusnya dibuang dan tidak tahu menahu proses selanjutnya setelah sampah itu dibuang.

Mencegah memang lebih baik daripada mengobati. Tentu jika permasalahan sampah plastik di tanah air bahkan di dunia sudah sangat mengkhawatirkan, maka solusinya jelas, yakni mendaur ulang sampah tersebut bersamaan dengan mengurangi pemakaiannya.

Bernilai Ekonomi

Mengubah produk yang tidak terpakai lalu mengembalikannya untuk dapat dipakai kembali, inilah konsep sederhana dari sistem ekonomi sirkular atau ekonomi melingkar yang tepat untuk menggambarkan konsep ekonomi dari sampah plastik. Inilah Plasticnomic (Ekonomi Sampah Plastik).

Hal yang paling umum diketahui masyarakat tentu sampah plastik yang bisa dijadikan kerajinan tangan, mainan, hiasan, atau karya seni sederhana lainnya. Namun, sampah plastik nyatanya dapat disulap menjadi aneka produk yang amat bernilai secara ekonomi.

Saya pernah terlibat dalam gerakan bank sampah yang sempat dibangun rekan saya di salah satu daerah di Jawa Tengah.

Menariknya, bank sampah ini menerima segala jenis sampah. Mulai dari sampah plastik, sampai dengan kotoran hewan.

Mekanisme kerja bank sampah ini cukup sederhana, dimulai dari menerima sampah dari masyarakat sesuai kategori dan harga yang sudah disepakati. Misal, sampah plastik seperti bungkus makanan dihargai Rp 4.000/kg, plastik botol bisa Rp 10.000/kg, dan kotoran hewan Rp 1.000/kg. Setiap nasabah pun diberikan buku tabungan layaknya bank konvensional.

Saya rasa, penting untuk masing-masing desa atau bahkan kelurahan memiliki bank sampah sendiri, baik yang dikelola secara swadaya, swasta, maupun dikelola pemerintah lokal setempat.

Hal ini tentu bukan hanya mengajarkan masyarakat untuk hidup ramah lingkungan yang salah satunya mengatasi sampah plastik, tapi juga mengajarkan bahwa sampah masih memiliki nilai secara ekonomi.

Kendati demikian, untuk membentuk kesadaran ekonomi lingkungan seperti ini, tidak semudah membalik telapak tangan. Tapi, kita wajib tetap optimistis untuk mewujudkan lingkungan yang lebih hijau dan berkelanjutan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Delly Ferdian
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper