Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! Keuangan PLN Sempat Terancam Ambruk Gara-gara Oversupply Listrik

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo blak-blakan mengatakan bahwa keuangan PLN sempat terancam ambruk pada 2021 lalu gara-gara oversupply listrik.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo/PLN
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo/PLN

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Darmawan Prasodjo blak-blakan mengatakan bahwa keuangan PLN sempat terancam ambruk pada 2021 lalu. 

Darmawan menerangkan, kondisi itu disebabkan karena beban pasokan listrik berlebih atau oversupply yang makin lebar, sementara permintaan listrik cenderung stagnan saat itu. 

“Kami kebebanan penambahan pasokan waktu itu diperkirakan 7 gigawatt [GW] di 2021, sedangkan di saat bersamaan penambahan beban [permintaan] ini hanya di Jawa 1,1 GW. Jadi ada kelebihan 6 GW. Tentu saja waktu itu diprediksi keuangan PLN akan ambruk dengan kondisi yang sangat sulit itu,” kata Darmawan saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (5/7/2023). 

Mempelajari kondisi kritis itu, Darmawan mengatakan, perseroannya mulai merenegosiasi sejumlah kesepakatan jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) dari pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP). 

Selain itu, dia mengatakan, PLN turut berupaya untuk meningkatkan permintaan listrik dari pelanggan potensial pada periode tersebut. 

“Kontrak PPA-nya itu dulu dengan asumsi yang ada itu fair, tapi dengan berjalannya waktu asumsi itu tidak lagi terpenuhi sehingga demand risk ada di kami, ini jadi beban di PLN untuk itu kami melakukan penangguhan atau kontraknya ToP [take or pay] bisa dikurangi atau bisa ditunda sampai 2 tahun, ada yang 16 bulan, 18 bulan,” kata dia. 

Lewat renegosiasi itu, PLN berhasil mengurangi beban ToP mencapai Rp47,05 triliun untuk periode 2021 hingga 2022. Adapun, porsi pengurangan ToP yang signifikan disepakati pada periode 2021 dengan nilai mencapai Rp37,21 triliun.

“Maka kami mengurangi cost, melakukan renegosiasi menambah permintaan dengan berbagai upaya di 2022 laporan keuangan kami menjadi yang terbaik dalam sejarah PLN dalam kondisi Covid-19 karena ada dua sisi demand dan supply kami selesaikan dengan baik,” kata dia. 

Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti kenaikan beban pembelian listrik PLN dari pembangkit swasta yang meningkat drastis selama 2 tahun terakhir. 

Kenaikan beban itu terbilang eksesif yang ikut mengoreksi arus kas perusahaan setrum pelat merah itu dalam jangka panjang. 

“Itu indikasi bahwa pembelian tenaga listrik terlalu eksesif, melampaui kecepatan penjualan listrik yang relatif sudah bagus 8,6 persen, di atas pertumbuhan ekonomi,” kata Kepala Pusat Pangan, Energi dan Pembangunan Berkelanjutan Indef Abra Talattov saat dihubungi, Minggu (15/1/2023).  

Apalagi, Abra menambahkan, lembaganya memproyeksikan beban oversupply listrik perusahaan setrum pelat merah itu menyentuh di angka Rp21 triliun sepanjang 2022. 

Beban oversupply itu mengambil porsi 51 persen dari dana kompensasi yang disalurkan pemerintah untuk perusahaan setrum pelat merah itu sebesar Rp41 triliun sepanjang tahun lalu.  

Hitung-hitungan itu berasal dari catatan kelebihan daya pasok listrik pada 2022 yang berada di kisaran 6 GW hingga 7 GW. Asumsinya, setiap 1 GW memerlukan biaya produksi Rp3 triliun. 

“Pemborosan yang timbul akibat oversupply 7 GW itu kurang lebih Rp21 triliun per tahun,” kata dia.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper