Bisnis.com, JAKARTA - Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) telah mulai melakukan penyelidikan perpanjangan Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard Measures) atas impor barang kertas sigaret dan kertas plug wrap non porous.
KPPI menduga terdapat kerugian serius akibat impor itu lantaran penjualan produk dalam negeri anjlok di pasar domestik.
Produk tersebut terdiri atas pos tarif 4813.20.21, 4813.20.23, 4813.20.31, ex4813.20.32, 4813.90.11, ex4813.90.19, 4813.90.91, dan ex4813.90.99 sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun 2022.
Ketua KPPI Mardjoko mengungkapkan impor produk kertas sigaret dan kertas plug wrap non porous terus mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir (2020—2022) dengan tren sebesar 26,11 persen.
Pada 2022, impor Indonesia untuk produk tersebut tercatat sebesar 12.558 ton, naik 11,07 persen dibanding 2021 yang tercatat 11.215 ton. Sebelumnya, pada 2021, impor produk ini mengalami kenaikan signifikan sebesar 42,03 persen dari 2020 yang tercatat sebesar 7.896 ton.
Menurutnya, penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari permohonan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) yang mewakili PT Bukit Muria Jaya. Permohonan tersebut disampaikan pada 29 Mei 2023 lalu.
Baca Juga
“Dari bukti awal yang disampaikan, KPPI menemukan fakta adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh pemohon,” ujar Mardjoko dalam siaran pers, Selasa (4/7/2023).
Kertas sigaret merupakan sejenis kertas yang digunakan sebagai pembungkus tembakau dan campurannya untuk batang rokok. Sementara, kertas plug wrap non porous merupakan lapisan terluar dari plug rokok yang membungkus filter.
Mardjoko menyebut, kerugian serius atau ancaman kerugian serius terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri yang memburuk selama periode 2020—2022.
“Kerugian tersebut, antara lain terjadinya tren kerugian finansial yang diakibatkan dari menurunnya penjualan domestik dan berkurangnya jumlah tenaga kerja. Selain itu, pangsa pasar pemohon di pasar domestik juga mengalami penurunan dan pemohon masih membutuhkan tambahan waktu untuk menyelesaikan program penyesuaian struktural secara optimal,” jelasnya.
Negara utama pengimpor produk ini untuk Indonesia di antaranya Vietnam, Austria, Tiongkok, Spanyol, dan Korea Selatan. Pada 2022, Vietnam merupakan negara utama pengimpor produk ini untuk Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 50 persen, diikuti Austria (19 persen), Tiongkok (18 persen), Spanyol (7 persen), dan Korea Selatan (4 persen).