Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Rendahnya Permintaan China, Manufaktur di Asia Jadi Kurang Bertenaga

Aktivitas manufaktur di Asia merosot pada Juni 2023 akibat China menghadapi rendahnya permintaan.
Manufaktur China/Reuters
Manufaktur China/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi Asia cukup bergantung dengan ekonomi China. Namun, dari survei bisnis yang dilakukan pada Senin (3/6/2023), aktivitas manufaktur Asia merosot pada Juni 2023 karena China menghadapi rendahnya permintaan.

Mengutip Reuters, Senin (3/6) survei yang dilakukan tersebut menunjukan dampak pemulihan China yang lebih lemah dari yang diharapkan. 

"Yang terburuk mungkin sudah berlalu bagi pabrik-pabrik Asia, namun aktivitasnya kurang bergejolak karena prospek pemulihan yang kuat di ekonomi China semakin berkurang," kata kepala ekonom pasar emerging di Dai-ichi Life Research Institute, Toru Nishihama.

Menurutnya, China lambat dalam memberikan stimulus. Ekonomi AS juga akan merasakan dampak dari kenaikan suku bunga yang signifikan. Faktor ini kemudian membuat produsen di Asia pesimis terhadap prospek di masa depan.

Menurut survei swasta, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur China yang disusun oleh Caixin/S&P Global turun menjadi 50,5 pada Juni 2023, dibandingkan bulan Mei 2023 yang sebesar 50,9. 

Jika data tersebut digabungkan dengan survei resmi Jumat yang menunjukan menurunnya aktivitas pabrik China, hal tersebut menambah bukti bahwa negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia kehilangan momentumnya pada kuartal II/2023.Dampak Bagi Negara Asia Lainnya

Dampak ini kemudian dirasakan di Jepang. Diketahui indeks PMI akhir Au Jibun Bank turun menjadi 49,8 pada Juni 2023. Menurut survei PMI Jepang, pesanan baru dari pelanggan luar negeri mengalami penurunan pada Juni, rekor tercepat dalam empat bulan. Hal ini menunjukan permintaan yang lemah dari China.

Kemudian, beralih ke Korea Selatan, Indeks PMI turun menjadi 47,8 pada Juni 2023. Angka tersebut menunjukan penurunan dari bulan sebelumnya yakni 48,4, penurunan 12 bulan berturut-turut karena lemahnya permintaan Asia dan Eropa. 

Tak hanya itu, menurut survei PMI, aktivitas pabrik di Taiwan, Vietnam dan Malaysia juga mengalami kontraksi. 

Namun, terdapat beberapa indikator ekonomi yang menunjukan perbaikan pada hari Senin (3/7). Industri manufaktur India telah melawan tren dan mengalami ekspansi cepat pada Juni 2023. Hal ini dikarenakan permintaan yang kuat, walaupun sedikit lebih lambat pada Mei 2023.

Survei Tankan yang dipantau dengan ketat oleh bank sentral Jepang (BoJ) juga menunjukkan perbaikan sentimen bisnis Jepang pada kuartal II/2023.

Perekonomian Asia

Nasib perekonomian Asia termasuk China akan berdampak besar pada seluruh dunia dengan pengetatan moneter yang agresif. Diperkirakan hal tersebut akan membebani pertumbuhan AS dan Eropa. 

Dana Moneter Internasional atau IMF sendiri memperkirakan ekonomi Asia akan tumbuh 4,6 persen pada tahun ini, setelah naik 3,8 persen pada 2022. Pertumbuhan tersebut berkontribusi 70 persen dari pertumbuhan global.

Namun, IMF kemudian memangkas proyeksi pertumbuhan Asia tahun 2024 menjadi 4,4 persen. Hal tersebut lantaran adanya risiko seperti inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dan permintaan global yang melambat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper