Bisnis.com, JAKARTA – Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat menguat ke level 52,5 pada Juni 2023 dibandingkan bulan sebelumnya di level 50,3. Laju ekspansi sektor manufaktur di Tanah Air ini merupakan salah satu peningkatan paling cepat yang diamati selama 1,5 tahun terakhir dan tergolong kuat secara keseluruhan.
Adapun, PMI manufaktur Indonesia pada Juni 2023 tersebut mampu melampui PMI manufaktur Asean yang mencapai 51,0.
Mengutip data Trading Economics, Senin (3/7/2023), PMI manufaktur Indonesia juga mampu melampaui sejumlah negara-negara Asean, antara lain Filipina (50,9) dan Myanmar (50,4). Bahkan, beberapa negara Asean tengah berada di fase kontraksi, seperti Malaysia (47,7) dan Vietnam (46,2).
Indonesia juga mampu mengungguli sejumlah negara-negara G20, seperti Turki (51,5), China (50,5), Jepang (49,8), Korea Selatan (47,8), Amerika Serikat (46,3), Inggris (46,2), Prancis (46), dan Jerman (40,6).
Mengutip rilis S&P Global, Laju PMI manufaktur Indonesia pada Juni 2023 menunjukkan adanya peningkatan kesehatan sektor manufaktur selama 22 bulan berturut-turut.
Menurut S&P Global, ekspansi terbaru ini didukung oleh meningkatnya permintaan baru selama Juni 2023. Bisnis baru mendatang
meningkat secara solid setelah sedikit turun pada Mei 2023. Hal ini karena kondisi permintaan yang lebih baik mendukung pertumbuhan.
Baca Juga
"Momentum pertumbuhan di seluruh sektor manufaktur Indonesia kembali mengalami percepatan pada bulan Juni, menurut data terbaru PMI S&P Global. Laju kenaikan permintaan secara keseluruhan tergolong solid, meskipun kurangnya permintaan eksternal terus menghambat pertumbuhan penjualan total," ujar Economics Associate Director S&P Global PMI Market Intelligence Jingyi Pan melalui siaran pers, Senin (3/7/2023).
Sementara itu, kondisi pasokan memburuk di tengah-tengah pertumbuhan permintaan dan persyaratan produksi yang lebih besar. Waktu tunggu pesanan mengalami perpanjangan pada Juni 2023 setelah meningkat selama 4 bulan berturut-turut, meskipun hanya pada kisaran marginal.
"Sementara kondisi pasokan sedikit memburuk, tekanan biaya terus menurun, dan biaya menurun untuk pertama kalinya sejak akhir tahun 2020. Hal ini mendukung pandangan Bank Indonesia bahwa siklus pengetatan kebijakan moneter kini sudah berakhir, dengan melemahnya tekanan inflasi di seluruh sektor produksi barang," kata Jingyi.
Namun demikian, tekanan harga tidak mengalami penurunan pada akhir kuartal kedua. Inflasi biaya input, meskipun tajam,
mengalami penurunan dari posisi bulan Mei ke posisi terendah sejak bulan Oktober 2020. Kenaikan harga bahan baku merupakan penyebab utama tekanan inflasi. Secara serentak, harga jual rata-rata menurun untuk pertama kalinya dalam 32 bulan, dengan beberapa perusahaan bersemangat menawarkan diskon demi mendorong penjualan.
S&P Global memandang sentimen secara keseluruhan di sektor manufaktur Indonesia bertahan positif pada Juni 2023. Tingkat kepercayaan diri berbisnis naik ke posisi tertinggi sejak April 2023 di tengah-tengah harapan untuk peningkatan lebih lanjut pada kondisi bisnis dan penjualan. Namun, tingkat sentimen positif tetap berada di bawah rata-rata selama 8 bulan berturut-turut
pada akhir kuartal kedua.
"Optimisme bisnis secara keseluruhan masih lemah secara historis, hal ini perlu diperhatikan. Penting untuk memperhatikan permintaan, terutama permintaan eksternal, yang naik untuk menambah kepercayaan diri di antara para produsen, tutur Jingyi.