Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menperin: Banjir Impor Tekstil Bikin Produksi Sektor Hulu Susut

Kemenperin menyoroti berkurangnya produktivitas industri hulu tekstil akibat gempuran produk impor serat dan filamen sintetis.
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti berkurangnya produktivitas industri hulu tekstil akibat gempuran produk impor serat dan filamen sintetis.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) diketahui kini memiliki utilitas di bawah angka 50 persen, baik sektor hulu maupun hilir. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan Kemenperin telah menerima laporan dari pengusaha mengenai berkurangnya produktivitas sektor hulu tekstil.

Hal ini disebabkan oleh gempuran produk impor sektor ini, salah satunya serat dan filamen sintetis.

"Kami memperoleh laporan bahwa industri serat mulai mengurangi produksinya. Hal ini terjadi karena impor serat dan filamen sintetis, serta kain yang mulai membanjiri pasar dalam negeri,” kata Agus dalam keterangannya, dikutip Senin (26/6/2023).

Menurut Agus, sektor hulu yang banyak mengandalkan pemasaran di pasar domestik ini menjadi salah satu penyebab porak porandanya pertahanan sektor hulu tekstil. Hal ini menurutnya berlanjut pada pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan baik di sektor hulu maupun hilir industri ini.

"Terpengaruhnya kinerja industri TPT juga menyebabkan pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan," tambah Agus. Meskipun disebutkan mulai kebanjiran impor pada tahun ini, tetapi dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor serat dan filamen pada kuartal I/2023, kuartal I/2022 ataupun kuartal IV/2022 memiliki jumlah mirip.

Serat dan filamen tercatat dengan kode Harmonized System (HS) 53 untuk serat tekstil nabati lainnya, 54 untuk filamen buatan manusia dan 55 untuk serat stapel buatan manusia.

Pada kuartal I/2023 impor ketiga HS tersebut tercatat sebanyak 216.750,76 ton dengan nilai US$733,91 juta. Angka volume impor 216.750,76 ton tersebut justru 2,41 persen lebih kecil dibandingkan 222.111,37 ton pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara, dari segi nilai, impor HS 53, 54, 55 pada kuartal I/2022 sebesar US$846,52 juta.

Begitu juga ketika dibandingkan dengan kuartal IV/2022 yang mencapai 221.338,65 ton, jumlah volume impor serat dan filamen pada kuartal I/2023 yang sebesar 216.750,76 ton lebih kecil 2,07 persen. Sementara, dari segi nilai, impor HS 53, 54, 55 pada kuartal IV/2022 sebesar US$795,51 juta.

Dalam catatan Bisnis.com, Kamis (22/6/2023), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebutkan kehilangan pasar domestik bagi pelaku industri merupakan rentetan persoalan, menyusul sepinya order dari pasar tujuan ekspor. 

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menyebutkan situasi ini sudah terlihat sejak Kuartal IV/2022, lalu semakin parah pada kuartal selanjutnya. Bahkan, menurutnya, situasi ini telah menyebabkan utilitas industri TPT dari hulu ke hilir berkurang hingga di bawah 50 persen.

"Mulai kuartal I/2023 dari hulu sampai ke hilir utilitasnya menjadi dibawah 50 persen, ini sudah parah sekali. Namun tanda awal-awalnya sudah dari kuartal IV2022," tutur Jemmy saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (21/6/2023).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Widya Islamiati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper