Bisnis.com, DENPASAR — Pelaku UMKM yang mengkolaborasikan antara generasi muda atau milenial dan adaptasi digital ternyata mampu menghasilkan inovasi dan peluang baru dalam berbisnis.
Dampak itu yang kini dirasakan oleh pelaku bisnis pembuatan kipas tradisional, Kipas Bali. Sejak memanfaatkan media sosial dan memberikan kepercayaan generasi muda mengurus pemasaran, usaha kipas ini mengalami peningkatan omset serta lebih inovatif dalam menghasilkan produk. Kombinasi itu pula yang kemudian mampu mengantar usaha ini melewati pandemi Covid-19 dengan selamat.
Marketing Manager Kipas Bali Desak Nyoman Larasati mengungkapkan kini pendapatan usahanya terdongkrak hingga lebih dari 200 persen per bulan. Itu terjadi sejak dirinya dipercaya memasarkan dengan media sosial seperti Instagram.
Dulu, sebelum menggunakan jalur pemasaran digital tersebut, orderan hanya 150 biji jenis kipas kain dan 100 unit kipas kayu. Sekarang ini sudah mencapai 500 biji kipas per bulan.
Peningkatan drastis itu terjadi karena faktor kemudahan bagi calon pembeli. Mereka bisa melihat berbagai jenis produk di media sosial seperti Instagram maupun aplikasi dagang-el. Produk yang disajikan juga lebih variatif serta melayani oder spesifik (custom). Ditambah lagi, kemudahan memperoleh informasi dengan bertanya melalui direct message atau WhatsApp.
“Setiap hari selalu ada yang bertanya meskipun belum membeli. Tidak masalah tetapi itu kan kami dikenal. Makanya akan digencarkan lagi,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (19/6/2023).
Larasati yang juga anak dari pemilik Kipas Bali ini mengatakan usaha milik orang tuanya mulai bertransformasi sejak 2015. Usaha ini sebenarnya sudah didirikan sejak 2006. Hanya saja saat itu fokusnya memproduksi lukisan di medium kain kanvas dan tidak dipasarkan secara daring.
Datangnya digitalisasi serta adaptasi teknologi membuat orang tuanya mendiversifikasi produk menjadi kipas. Pertimbangannya, kipas bisa multifungsi karena semua orang bisa memanfaatkan serta menggunakannya dalam berbagai situasi. Beda dengan lukisan, hanya sebatas menjadi pajangan.
Ada dua tipe kipas yang diproduksi. Pertama, kipas dari kayu yang dijual senilai Rp900.000 per biji hingga Rp3 juta per biji. Kedua, kipas kain mulai dari harga Rp100.000 per biji. Lukisan yang paling banyak digambar seperti florafauna dan tarian, hingga wayang kamasan.
Melihat adanya transformasi tersebut, Laras membantu orang tuanya khususnya berkaitan dengan digitalisasi. Kolaborasi inilah yang mulai lambat laun berdampak positif terhadap pendapatan.
Dia mulai merambah media sosial serta jalur dagang-el. Keputusan ini diambil karena ketika jalur pemasaran konvensional seperti pameran butuh waktu lama dan tidak bisa setiap hari.
Untuk meningkatkan permintaan, pihaknya membuka orderan pembuatan custom. Melengkapi kemudahan di dunia digital, Kipas Bali mempermudah sistem pembayaran mulai dari metode transfer hingga QRIS. Sistem ini memudahkan pembeli pemilik rekening dari berbagai bank, salah satunya seperti aplikasi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI), Brimo BRI.
“Sekarang setelah orderan sudah banyak karena berkat promosi. Untuk offline masih tetap ada tapi lebih ke seperti pameran kerajinan dari disperindag atau kementerian,” tuturnya.
Pelanggan Kipas Bali saat ini datang dari berbagai kalangan mulai dari make up artis hingga ibu-ibu pejabat. Hal itu lantaran produknya bisa digunakan tidak hanya untuk membantu beraktivitas saja, melainkan pelengkap berfoto. Untuk memperkuat tim produksi, Kipas Bali kini diperkuat oleh 10 orang perajin pembuatan kipas hingga pelukis. Untuk pemasaran, selain secara digital, Kipas Bali juga ikut dalam pameran-pameran.
Pengamat ekonomi Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Bali Gede Sri Darma menilai UMKM harus bertransformasi ke digital marketing. Pengalaman Pandemi Covid-19 mengajarkan bahwa UMKM harus bertransforamasi ke digital agar bisa bersaig di era globalisasi. Agar lebih cepat, adopsi digital tersebut menggandeng anak muda.
Menurutnya, di era sekarang bisa memproduksi produk apapun tetapi pemasarannya harus dilakukan secara digital. Adopsi digitalisasi mutlak diperlukan karena era yang sedang digemari sekarnag adalah kepraktisan, efisiensi dan efektivitas baik konsumen maupun produsen. Bagi kedua belah pihak, digitalisasi mempermudah dalam hal memproduksi dan memperoleh produk yang sesuai keinginan.
“Jadi kalau dulu promosnya pakai plang besar. Sekarang tidak perlu, hanya perlu sewa admin saja atau pakai virtual office. Digital marketingnya memang harus anak muda,” tuturnya.
Regional CEO BRI Denpasar Wilayah Bali Nusra Recky Plangiten salah satu adaptasi digital yang ditawarkan oleh pihaknya adalah penggunaan QRIS. Sistem itu merupakan bentuk dukungan perbankan terhadap masyarakat di Pulau Dewata.
Dia menegaskan dengan QRIS BRI, transaksi menjadi lebih mudah dan aman, karena langsung tercatat dan terdapat bukti transaksi setelah pembayaran berhasil.
“Selain itu, transaksi akan lebih praktis karena tidak perlu menyediakan uang kembalian dan dapat dibayarkan dengan m-banking atau e-wallet apapun,” jelasnya.